Entri Populer

Selasa, 23 Agustus 2011

ANALISA KULIT SAMAK NABATI

ANALISA KULIT SAMAK NABATI

BAB I
PENDAHULUAN

 
1.1 Maksud dan Tujuan
    Dalam praktikum ini bertujuan untuk menentukan kualitas kulit samak nabati (kulit sol), sehingga dapat ditentukan apakah kulit tersebut telah sesuai dengan SNI atau tidak. Dari hasil pemeriksaan dapat dikemukakan melalui hasil kualitatif maupun kuatitatif, sehingga dapat dijadikan evaluasi dalam kesalahan-kesalahan proses penyamakan kulit tersebut. Singkatnya, analisa ini bertujuan sebagai kontrol dasar penyamakan kulit serta pencegahan kerusakan-kerusakan kulit yang mungkin saja bisa terjadi akibat perlakuan yang salah dalam pengolahan kulit tersebut.

 
1.2 Dasar Teori
    a. Sekilas tentang penyamakan Nabati
        Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan. Di zaman modern sekarang ini kulit hewan banyak dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Produk-produk yang menggunakan bahan kulit diantaranya adalah sepatu, ikat pinggang, tas, sarung tangan golf, dsb.
Tentunya bahan kulit yang berasal dari hewan tersebut tidak bisa begitu saja kita manfaatkan, karena hal ini harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu,proses ini yang dinamakan penyamakan kulit. Penyamakan kulit pada dasarnya adalah proses pengubahan struktur kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikro organisme, kimiawi atau fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan lama. Mekanisme ini pada prinsipnya adalah pemasukan bahan-bahan tertentu kedalam jalinan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit.
Apabila bahan kulit hewan tersebut sudah stabil atau sudah disamak, maka barulah bahan kulit tersebut dapat dimanfaatkan. Proses penyamakan bahan kulit hewan tersebut memerlukan 3 tahapan, yaitu :

 
  1. Beam house operation
  2. Tanning operation
  3. Finishing operation
Harus diingat bahwa kulit merupakan bahan organik yang akan disamak, dan mempunyai sifat-sifat yang masih amat sensitif terhadap beberapa jenis kemikalia serta mikroorganisme, selam berlangsungnya proses penyamakan.
Untuk memperoleh hasil kulit tersemak yang sesuai, seperti yang diharapakan, maka pengontrolan selama proses berjalan harus dilakukan secara teliti dan terus menerus, agar dapat selalu disesuaikan dengan kondisi dan ketentuan yang diwajibakan untuk masing-masing penyamakan, seperti yang akan diuraikan dibawah ini, misalnya pengontrolan pH, kepekatan cairan, uji setelah proses berlangsung (tiap-tiap proses mengalami caran uji yang berbeda dengan proses lainnya, selama proses berlangsung). Dan dengan pengontrolan yang terus-menerus, kerusakan karena kelalaian dan kecerobohan dapat dihindarkan.
Bahan Penyamak Nabati
Tannin adalah subtansi pahit yang terdapat dalam babakan, buah kacang-kacanga, daun, akar atau biji. Dipakai untuk mengubah kulit hewan mentah menjadi kulit samak. Karena hal tersebut dari tumbuh-tumbuhan, maka dinamakan bahan penyamak nabati. Sumber bahan penyamak ini bermacam-macam sehingga akan berbeda-beda pula dalam kekuatan dan sifat, warna konsentrasi dan kualitasnya. Jadi hasil kulitnya pun sangat berbeda, bahkan diperuntukan penyamak berbagai macam kulit, antara lain kulit yang keras empuk, warna tetap atau terang, berat dan ringan. Tannin tersebut dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara berbagai kombinasi untuk memperoleh berbagai efek.
Kulit yang disamak nabati umumnya berwarna coklat muda atau kemerahan sesuai dengan warna bahan penyamaknya. Ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan dengan kulit yang disamak khrom walaupun lebih baik dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan minyak atau formaldehid. Kulitnya agak kaku, tetapi empuk, cocok untuk digunakan sebagai bahan dasar ikat pinggang, tas terutama yang pengerjaannya dengan tangan.
Bahan penyamak nabati ialah bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung bahan penyamak dapat diketahui:
  • Rasanya sepet,bila dirasakan dengan lidah
  • Warnanya akan menjadi hitam bila bersinggungan dengan besi

 
  • Bahan penyamak ini dapat dihasilkan dari :
  1. Babakan (kulit)     : akasia, sagawe, tungguli, bako2, mahoni, pilang dll
  2. Kayu            : Quebraco,eiken, mahoni,dll
  3. Daun            : sumoch,gambir,the, dll
  4. Buah            : pinang, manggis, sabut kelapa, valonea, divi2, dll

     
Kulit Sol
Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan menggunakan bahan penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah pada sepatu sehingga kulit tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu dilakukan pengujian secara organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas dari kulit sol tersebut.
    Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang disamak nabati, atau dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai bawahan sepatu, insole, maupun Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain untuk : pengeras muka dan belakang, penguat tengah, sol luar, pengisi telapak kaki muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.
Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan mempengaruhu kulitasi kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas tentang bahan baku dan bahan pewnyamak yang digunakan dalam proses penyamakan kulit sol.
Suda kita ketahui sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa dari penyamakan kulit sapi. Pada hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan umurnya. Kulit sapi perah umumnya mempunyai rajah lebih halus dari pada kulit sapi tipe daging pada umur yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas yang sangat menonjol, hal ini menurunkan nilai kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa yang tidak berkelas.
    Kulit "Pedet" (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi dewasa tetapi sruktur kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor umur lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya. Pengaruh jenis bangsa tidak tampak pada saat "Pedet" sampai umurnya mencapai dewasa.
    Semakin tua hewan , akan semakin banyak bekas-bekas luka karena pukulan, guratan cap bakar, parasit. Hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus dibandingkan hewan jantan. Hewan jantan pada umumnya mempunyai bobot rata-rata lebih berat dan daya tahan renggang yang lebih besar.
Pada kulit sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki dengan penanganan secara mekanik, umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut "corrected grain" (Purnomo,1984).
Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu) dari kulit sapi adalah sebagai berikut:
  1. Kualitas 1 atau prime
  2. Kualitas 2 atau Intermediet
  3. Kualitas 3 atau Second
  4. Kualitas 4 atau Third
  5. Kualitas akhir atau Rejek

     
    Analisa Kulit tersamak
  • Cara pengambilan contoh kulit
    Contoh kulit diambil secara acak dari jumlah lembar kulit dalam satu (1) tanding (bisa dalam side / lembar utuh)
    Tabel 6. Jumlah contoh kulit dan syarat lulus uji organoleptis
No
Jml kulit dalam satu tanding
Contoh kulit yang diambil
Jml yang memenuhi syarat
Lulus uji
Tidak lulus uji
1
2
3
4
5
6
7
8
9
s/d 50
51 - 150
151 - 280
281 - 500
501 - 1200
1201 - 3200
3201 - 10.000
10.001 - 35.000
35.001 - <
5
20
32
50
80
125
200
315
500
0
1
2
3
5
7
10
14
21
1
2
3
4
6
8
11
15
22
Kelas A, B, C kerusakan = 10%, 15%, 25%

 
Tabel 7. Jumlah contoh kulit untuk uji kimiawi dan fisis
No. Urut
Jml kulit dala satu tanding
Contoh kulit yang diambil
1
2
3
4
s/d 50
51 - 500
501 - 3200
3201 - <
2
3
5
8

 

 

 
  • Syarat Lulus Uji (SNI-0642-1989)
    Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima apabila: hasil uji contoh kulit secara organoleptis, fisi, dan chemis memenuhi persyaratan yang ditentukan.
    • Lulus kelas A jika organoleptis kerusakan 10%
    • Lulus kelas B jika organoleptis kerusakan 15%
    • Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%
    Satu tanding dinyatakan tidak lulus uji / ditolak apabila hasil uji, secara organoleptis, fisis dan chemis tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.

     
  • Cara pengambilan contoh kulit (SNI-0642-1980)
    Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu (satu tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi contoh uji (cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya.
    Untuk pengujian kimiawi kulit, diambil dari semua bagian, bagian Krupon (K), bagian Leher (L), bagian Perut (P), untuk pengujian fisis dari bagian Krupon saja.

     

     

     
    Gambar 1. Gambar Pengambilan Contoh Uji
    Cara Kerja:
    • Gambarlah satu side dari kulit besar.
    • Tentukan bagian K, P dan L seperti gambar.
      • Bagian Krupon (K) dari pangkal ekor kearah leher dengan jarak 12,5 cm, dari garis punggung ke bawah dengan jarak 5 cm.
            Luas bagian krupon = 20 cm X 20 cm
      • Bagian perut diambil dari tengah-tengah bagian perut.
            L:uas bagian perut = 7,5 cm X 5 cm
      • Bagian leher diambil dari tengah-tengah bagian leher.
        Luas bagian leher = 7,5 cm X 5 cm
    Jika dianggap perlu, maka contoh dapat diperluas.
    Menurut SII-0019-70 / SNI 06-0235-1989, kulit sol sapi adalahkulit matang berasal dari kulit sapi yang disamak dengan zat penyamak nabati dan umumnya digunakan untuk sol pada pembuatan sepatu.
    Tabel 5. Syarat Mutu Kimiawi Kulit Sol Sapi
No
Uraian
Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
%
Maksimum 18
2
3
Kadar abu jumlah
Kadar zat larut dalam air
%
%
Maksimum 2,5
Maksimum 10
4
Kadar minyak / lemak
%
Maksimum 2,0
5
Derajat penyamakan
%
60 - 95
6
pH
%
untuk pH 3,5 – 4,5 bila diencerkan 10 kali selisish pH maksimum 0,7

 
b. Jenis-Jenis Analisa Kulit Samak Nabati    
Pada dasarnya analisa kualitas nabati dapat ditentukan melalui 3 jenis analisa yang meliputi:
  1. Secara organoleptis
  2. Secara kimiawi
  3. Secara fisis

 
  1. Secara organoleptis
    Pemeriksaan secara oragnoleptis merupakan jenis pemeriksaan kulit samak dengan menggunakan panca indera. Pemeriksaan ini hanya dapat menentukan kualitas kulit secara sepintas, sehingga pemeriksaan ini kurang sempurna. Adapun alat pancaindera yang biasa digunakan dalam pemeriksaan kualitas kulit secara organoleptis adalah mata, perasa, pengecap, dan pencium. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan di pabrik-pabrik kulit pada penyortiran kulit, sebelum dianalisa lebih lanjut.

 
  1. Secara kimiawi
    Pemeriksaan secara kimiawi biasanya dilakukan di laboratorium dan menggunakan alat-alat serta bahan-bahan kimia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penyamakan kulit yang dianalisa, sehingga bisa diketahui kandungan-kandungan kimiawi dari kulit tersebut secara spesifik, tergantung analisa yang dilakukan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

     

     
    1. Kadar air
      Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan air dari kulit tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kulit tersamak tersebut kering atau tidak, sebab apabila kandungan airnya berlebihan atau lembab, maka akan mempengaruhi kualitas kulit, sebab kulit tersebut akan menjadi mudah rusak oleh mikroorganisme
    2. Kadar abu
      Analisa kadar abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terkandung dalam kulit samak tersebut. Biasanya zat yang terkandung berupa garam inggris, serta berasal dari bahan-bahan pemberat pada bagian daging yang berupa tanah liat dan lain-lain.
    3. Kadar minyak
      Analisa kadar minyak dilakukan untuk mengetahui kandungan minyak yang ada pada kulit samak. Biasanya minyak yang terkandung dalam kulit tersamak tersebut merupakan minyak yang berasal dari fatliquor. Terlalu banyak kandungan minyaknya menandakan kulit terlalu lemas, dan dapat mudah bercendawan dan mengadakan noda pada nerf, sedangkan apabila terlalu rendah menandakan kulit cepat mengering dan mudah retak dan pecah kalu terkena panas.
    4. Ph kulit tersamak
      Analisa ph kulit tersamak penting dilakukan sebab dalam analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pH kulit samak tersebut. Jika pH terlalu tinggi biasanya menandakan bahwa dalam proses penyamakan, terutama pada proses netralisasi tiak sempurna.
      Sedangkan jika terlalu rendah menandakan bahwa dalam kulit tersebut terkandung asam-asam bebas organik/ anorganik yang dapat meresap pada kulit pada waktu penyimpanan.
    5. Kadar zat terlarut
      Kadar zat larut perlu dianalisa, sebab untuk menentukan banyaknya tannin yang tidak terikat, atau diisi terlalu banyak dengan benda-benda yang muah terlarut dalam air pada kulit tersamak tersebut. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa bahan sol tidak diisi dengan bahan ekstrak penyamak.

       

       
    6. Kadar abu tak larut
      Kadar abu tak larut perlu dianalisa sebagai dasar penentuan derajat penyamakan, dalam kadar abu tak larut terkandung unsur-unsur anorganik yang ak bisa larut dalam air.
    7. Derajat penyamakan
      Derajat penyamakan perlu dianalisa, sebab untuk menetukana seberapa masaknya kulit tersebut. Jika derajat penyamak terlalu tinggi menandakan bahwa bahan penyamaknya terlalu tinggi dan menyebabkan kulit masak sempurna, serta baik fiksasinya. Sedangkan terlalu rendah menandakan bahwa kulit belum masak.

      BAB II
      UJI ORGANOLEPTIS

       
      2.1. Alat dan Bahan
      Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
    8. Alat
    9. Gunting
    10. Mistar

       
    11. Bahan
    12. Kulit sol sapi samak nabati


    2.2 Langkah kerja
    Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
  2. Kulit diamati menurut jenis kulit, kemudian dilakukan pengujian organoleptis secara visual. Meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek, serta kelentingn.
  3. Kemudian menentukan luas kulit
  4. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher, dan perut pada lembaran kulit dengan menggunakan penggaris
  5. Contoh kulit dipotong dengan menggunakan pisau satinlen steel, kemudian dipotong menjadi ukuran kecil-kecil
  6. Potongan kulit dicampur sehingga homogen
  7. Ditimabang dengan menggunakan wadah yang bersih
  8. Disimpan dalam tempat dan suhu kamar.


2.1.3 Pengamatan
  • Nerf kulit : cacat, warna kulit tidak rata, permukaan kulit tidak teratur
  • Flash kulit : masih banyak sisa daging, Keadaan kulit kaku
  1. Pembahasan
Dari hasil analisa yang kami laakukan menggunakan panca indera (organoleptis), terlihat bahwa nerf kulit sapi tersebut warnannya tidak rata, serta permukaannya juga tidak teratur. Kulit ini banyak memiliki cacat pada beberapa bagian secara acak. Apabila diklasifikasikan menurut pembagian jenis kulit yang dilakukan oleh Djoyowidagdo, (1980) kulit ini merupakan jenis kulit kualitas 4 atau reject, yang dalam hal ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Kualitas 4    
  1. Kulitnya kosong, strukturnya jelek, kulit lemas, warna layu.
  2. Cacat cukup banyak
Sedangkan apabila dibandingkan dengan (SNI-0642-1989) yang merupakan standar mutu produk kulit sol dari kulit sapi samak nabati, kulit ini merupakan jenis kulit kelas C, alasannya karena kulit ini memiliki cacat ± 25%, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa cacat yang ada pada kulit ini menyebar secara acak, terutama pada bagian nerf dekat leher. Pemotongannya pun tidak rata, sehingga pada saat mendiferensiasikan bagian-bagian pada kulit tersebut kami mengalami kesulitan karena sulitnya dibedakan bagian-bagaiannya, seperti leher, punggung, maupun ekor.
Adapun cacat yang ada pada kulit ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:
  1. Jenis kulitnya memang sudah rusak dari kulit mentahnya, bisa disebabkan karena proses pengulitan yang tidak benar, maupun cacat pada hsapi tersebut ketika masih hidup.
  2. Karena proses mekanis pada proses penyamakan kulitnya.
  3. Karena formulasi ataupun prosedur penyamakan yang tidak benar.

BAB III
UJI KADAR AIR

 
3.1 Alat dan bahan
Alat
  • Gelas arloji
  • Cawan porselin
  • Crush porselin
  • Crush penjepit

 
Bahan
Sampel kulit nabati 5 gr

 
3.2 Prosedur Kerja
  1. Cawan porselin dibersihkan, kemudian cawan dimasukan kedalam oven untuk dikringkan selama 30 menit dengan suhu 105 0c, kemudian didinginkan dalam eksikator selam 10 menit.
  2. Sampel disiapkan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 5 gram
  3. Sampel dimasukan kedalam cawan porselin, kemudian ditimbang
  4. Cawan porselin yang berisi sampel dimasukan kedalam oven dengan suhu 102 0 c selama 2 jam
  5. Cawan didinginkan dalam eksikator selama 10 menit, kemudian cawan yang berisi sampel ditimbang
  6. Dilakukan pemanasan berulang hingga diperoleh berat tetap

 
3.3 Hasil dan Perhitungan
Diketahui :
    Berat cawan kering    = 35,9979 gr
    Berat sampel        = 5,0034 gr
    Berat cawan + kulit    = 40, 9813 gr
    Berat kulit akhir     = 40 , 2756 gr

 

 
Ditanyakan : kadar air ...?
    % air = berat kulit awal – berat kulit akhir x 100
berat kulit awal    
= 40,9813 gr – 40,2756 x 100
5,002 gr
         = 14, 10835 %

Jadi kadar air dari sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,108%


 
3.4 Pembahasan
Cara pengujian yang kami lakukan dalam analisa kadar air ini adalah dengan mengambil sampel kulit tersebut, kemudian memanaskan dalam oven dengan suhu sekitar 102°C selama 2 jam. Adapun kekurangan dari cara pengujian ini antara lain bahan-bahan organik atau gas yang mudah menguap akan ikut menguap sehingga mengurangi ketelitian. Sedangkan ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering., penggerakan udara di dalam pengering, tebal lapisan dan ukuran contoh konstruksi alat dan jumlah bahan seta posisinya dalam alat pengering.
Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, kami mendapatkan kadar air dalam sampel kulit sol tersebut adalah sebesar 14,1%. Apabila dibandingkan dengan SNI 06-0235-1989. Kadar air dalam kulit tersebut belum melebihi ambang batas. Dan termasuk baik. Kadar air dalam kulit memepengaruhi kelembaban kulit samak tersebut. Semakin lembab atau banyak kadar airnya, maka kulit tersebut semakin mudah terserang oleh bakteri maupun jamur yang merusak kulit tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar