Entri Populer

Jumat, 13 Januari 2012

-Air

2.1.  PENDAHULUAN

Di planet bumi ini air berada dalam tiga wujud yaitu cair, padat dan gas atau uap.  Pada kondisi biasa berada dalam keadaan cair, diruang angkasa kadang kala dalam bentuk partikel es dan pada beberapa tempat dimuka bumi berada dalam bentuk salju dan es.
Air sangat penting dalam kehidupan, sebagai alat pengangkut zat-zat makanan dan limbah / kotoran dari suatu  proses metabolisme, sebagai medium pereaksi dalam suatu reaksi, sebagai bahan penstabil dalam proses biopolimerisasi dan sebagai penentu dalam reaktifitas protein dalam tubuh dan lain sebagainya.
Umumnya dalam bahan pangan air merupakan komponen utama dan yang terbanyak, tapi mempunyai kandungan yang berbeda untuk setiap bahan.  Air pada jaringan hidup seperti bahan pangan dapat sebagai penentu dari viabilitas, daya terima dan mutu serta kesegaran dari suatu bahan.  Karena itu tingginya kandungan air dalam bahan pangan membutuhkan suatu metoda pengawetan yang efektif agar bahan dapat disimpan lama.   Mengeluarkan air melalui pengeringan atau membuatnya menjadi kristal melalui pembekuan dapat merubah sifat alami dari bahan.  Sebaliknya mengembalikan air pada kondisinya semula melalui rehidrasi atau pelelehan, tidak sepenuhnya mengembalikan kesegaran atau mutu bahan.  Adanya air mempengaruhi kemerosotan mutu bahan secara kimia dan mikrobiologi.  Karena pentingnya air sebagai komponen bahan pangan diperlukan pemahaman, mulai dari mempelajari struktur, proses pembentukan, bentuk molekul dari sifat fisik dan kimianya dan perilakunya.  Kandungan air dari beberapa bahan pangan seperti terlihat pada pada Tabel 2.1 menunjukkan  bahwa  banyaknya air  dalam  suatu bahan tidak dapat ditentukan dari penampilan fisik bahan tersebut, misalnya kentang yang mengandung 78 % air dibandingkan dengan madu yang hanya mengandung air 20 %. Kelihatannya secara fisik madu lebih banyak mengandung air dibandingkan dengan kentang.

Tabel  2.1.  Contoh Kandungan Air Beberapa Bahan Pangan Hasil Pertanian
Bahan
Kadar Air (%)
Tomat
Selada
Kubis
Bit
Kentang
Jeruk
Pisang
Semangka
Daging
Susu
Madu
Mentega, margarin
Beras
Susu bubuk
95
95
92
90
78
87
75
93
65
87
20
16
14
4
Sumber : deMan, John M (1989) Principle of Food Chemistry,  Terjemahan oleh Kosasih, P.  Kimia Makanan (1997)


2.2.    SIFAT FISIK DARI AIR DAN ES
 
Sifat-sifat fisik dari air dan es di sajikan pada Tabel 2.2. Yang menarik dari sifat air dan es adalah es mempunyai kecepatan pindah panas (thermal conductivity) empat kali lebih besar dari kecepatan pindah panas air pada suhu yang sama.  Hal ini menunjukkan bahwa es memindahkan energi panas lebih cepat dibandingkan dengan air yang tidak bergerak (misalnya air dalam sel-sel jaringan bahan).  Demikian pula difusifitas thermal dari es sembilan kali lebih besar dari besar difusifitas air.  Itulah sebabnya bahan pangan lebih cepat membeku daripada bahan tersebut dilelehkan kembali.

Tabel 2.2. Sifat Fisik Air dan Es
Berat Molekul
Sifat fase transisi
Titik lebur pada 1 atm (°C)
Titik didih pada 1 atm (°C)
Suhu kritis (°C)
Tekanan kritis (atm)
Titik tripel
Panas penguapan pada 100 °C
Panas sublimasi pada 0 °C
18.0

0.0
100.0
374.15
218.0
0.0099 °C
9.75 Kkal/mol ; 538.7 Kkal/gr

12.16 Kkal/mol ; 674.98 Kal/gr


20OC
0 OC
0 OC
-20 OC
Berat jenis (gr/cm3)
0.9982
0.9998
0.9168
0.9193
Viscositas (cps)
1.0020
1.7870
-
-
Tekanan uap (mmHg)
17.535
4.579
4.579
0.776
Kapasitas panas (Kal/gr °C)
0.9988
1.0073
0.501
0.466
Konduktifitas thermal
(cal / (det cm2) (°C/cm)
1.429
1.348
5.35
5.81
Difusifitas thermal (cm2/sec)
0.0014
0.0013
-0.011
-0.011
Konstanta dielektrik
80.36
88.00
91.0
98.0
Sumber : Fennema, O, 1976. Dalam Principle of Food  Science, Part I    Food Chemistry.  Fennema, O (eds) 1976.  P.13 - 37.

2.3.  STRUKTUR MOLEKUL AIR

Air merupakan molekul yang sangat kecil.  Berbeda dengan molekul kecil lainnya seperti NH3, CH4, HF dan H2S, air dalam keadaan biasa berbentuk cairan, sedangkan zat-zat (senyawa) diatas berbentuk gas.  Rumus molekul air adalah H2O.  Menurut Winarno (1984) sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua buah atom hidrogen.  Ikatan kovalen antara oksigen dan hidrogen merupakan ikatan yang sangat kuat sehingga air adalah senyawa kimia alam yang paling mantap.  Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang sangat kuat, yang hanya dapat dipisahkan oleh energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium.
Menurut Davis dan Day (1961) cit Winarno (1984) sebuah atom oksigen mempunyai sebuah inti dengan delapan proton.  Pada kulit dalam atom oksigen dua proton telah terisi dengan dua elektron, sedangkan kulit luar hanya berisi enam elektron, jadi atom oksigen masih belum penuh, atau masih kekurangan dua elektron.  Sedangkan sebuah atom hidrogen mempunyi kulit elektron tunggal sekeliling intinya, yang berisi hanya satu elektron.  Karena itu satu atom oksigen yang kekurangan dua elektron pada kulit luarnya, akan cepat bergabung dengan dua elektron lain, dalam hal ini adalah dua elektron dari dua atom hidrogen untuk memenuhi ruang pada kulit luar, sehingga kulit luar atom oksigen terisi penuh oleh dua elektron hidrogen sehingga merupakan bentuk yang mantap yaitu sebuah molekul air atau H2O seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1.  Pembentukan molekul air (Davis dan Day, 1961 cit Winarno, 1984)
a.       Sebuah atom oksigen dan dua atom hidrogen
b.      Molekul air, setiap elektron hidrogen saling memanfaatkan (sharing) sepasang elektron dengan oksigen.
c.       Terjadinya dua kutub positif dan negatif (dipolar)
Dalam pembentukan sebuah molekul air dua buah atom hidrogen mendekat pada sebuah atom oksigen sehingga membentuk dua ikatan kovalen yang saangat kuat, yang masing-masing memiliki energi sebesar 110.2 Kkal per molekul.
Pembentukan ikatan kovalen dari dua atom hidrogen dengan satu atom oksigen membentuk benda ruang yang disebut tetrahedron,  yaitu sebuah benda ruang yang dibatasi oleh empat buah segitiga sama sisi.  Secara skematis dari sebuah molekul air dapat dilihat Gambar 2.2.  dan Gambar 2.3

Gambar 2.2. Konfigurasi molekul  air dalam tetrahedron

Sudut yang terjadi karena ikatan atom oksigen dengan dua atom hidrogen dari sebuah molekul air pada konfigurasi tetrahedron disebut dengan sudut ikatan , yang besarnya 104.5° yang mana sudut ini hampir sama dengan sudut tetrahedron yaitu 109° 28’.  Atom oksigen berada pada inti tetrahedron.  Jarak antara atom oksigen dengan atom hidrogen dalam tetrahedron adalah 0.96 A° dan radius Vander Waal dari atom oksigen adalah 1.4 A° sedangkan dari atom hidrogen adalah 1.2 A° (lihat Gambar 2.3) 

Gambar 2.3.  Skema sebuah molekul air dengan radius Van Der Waal (Fennema, 1976)

2.4.  IKATAN ANTAR MOLEKUL AIR

Karena kekuatan elektronegatifitas dari atom oksigen yang sangat kuat, maka terjadi perpindahan satu elektron dari atom hidrogen  ke atom oksigen mengisi bagian yang tidak bermuatan yang kosong.  Akibatnya atom hidrogen akan kehilangan satu elektron dan meninggalkan atom hidrogen yang bermuatan positif, maka terjadilah ikatan H – O pada dua buah tangan dari tetrahedron.  Ujung kedua tangan dari tetrahedron yang mempunyai atom hidrogen positif tersebut, disebut tangan bermuatan positif (Hydrogen donor sites), sedangkan dua ujung tangan oksigen dari tetrahedron yang menerima dua elektron disebut tangan bermuatan negatif (Hydrogen acceptor sites)  (Fennema, 1976).  Dengan demikian terjadilah sebuah molekul air dengan kutub positif dan negatif secara permanen.  Karena itu sebuah molekul air mempunyai dua kutub  atau  dwipol  (dipolar). 
Tak   ubahnya    sebagai   sebatang magnet yang mempunyai kutub  yang berbeda pada kedua ujungnya.  Karena itulah molekul air dapat bergabung dengan sesama molekul air atau  bereaksi dengan senyawa lain, baik yang bermuatan positif maupun yang bermuatan negatif (Meyer, 1960).
Daya tarik menarik diantara kutub positif dari sebuah molekul air dengan kutub negatif dari molekul air yang lainnya menyebabkan penggabungan molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen. 



Gambar 2.4.  Ikatan hidrogen molekul air dalam konfigurasi tetrahedron (Fennema, 1976)
Ikatan hidrogen adalah ikatan antara atom hidrogen dari sebuah molekul air dengan atom oksigen dari molekul air yang lain.  Ikatan hidrogen bersifat sangat lemah dan mudah putus dibandingkan dengan ikatan kovalen.  Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat yang unik, dapat tampil seperti molekul yang besar yang disebut Cluster, tapi dapat juga menjadi molekul kecil. Yang paling kecil adalah satu molekul H2O dengan berat molekul 18.  Ujung-ujung atau sudut-sudut  yang bermuatan  negatif  dari   satu  molekul  air
dapat mendesak inti hidrogen yang lain dari molekul air yang berdampingan dan menyebabkan terjadinya pertukaran ikatan hidrogen.  Ikatan-ikatan  hidrogen  yang  terjadi antara molekul-molekul air yang berdampingan dapat menyebabkan air pada tekanan 1 atmosfir dan suhu 0 – 100 °C bersifat mengalir, karena kelompok-kelompok kecil molekul air bergabung dengan pola tertentu melalui ikatan hidrogen, tapi kelompok-kelompok tersebut bergerak bebas dan menyebabkan terjadinya pertukaran ikatan hidrogen.  Kondisi ini memperlihatkan air seperti mengalir.  Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat molekul air satu sama lain, tapi juga mengikat senyawa-senyawa lain yang mempunyai oksigen atau nitrogen seperti metanol atau karbohidrat yang mempunyai gugus hidroksil (OH).  Senyawa-senyawa ini akan membentuk hidrat dengan air.
Disamping itu setiap molekul air mempunyai jumlah hidrogen donor dan hidrogen aseptor yang sama.  Beda dengan molekul lainnya seperti NH3 dan HF (Hidrogen Florida) yang sama-sama memiliki konfigurasi molekul berbentuk tetrahedron, tapi NH3 mempunyai tiga hidrogen donor dan satu hidrogen aseptor, sedangkan HF memiliki satu hidrogen donor dan tiga hidrogen aseptor.  Dengan demikian air mempunyai sifat yang berbeda dengan kedua senyawa diatas, dalam hal titik cair (lebur), titik didih dan panas penguapan.  Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini.
Tabel 2.3.  Sifat Fisika beberapa hidrida
Senyawa
Titik lebur (°C)
Titik didih (°C)
Panas penguapan (Kal/mol)
CH4
NH3
HF
H2O
-   184
-          78
-     92
               0
-          161
-            33
    +      19
    +     100
2200
5550
7220
9750
Sumber  : deMan, John M 1989.   Principle of Food Chemistry.  Terjemahan oleh Kosasih, P.  1997.  Kimia Makanan.

2.5.    STRUKTUR ES DAN PEMBEKUAN
 
Es merupakan senyawa yang terdiri dari molekul-molekul air atau H2O (HOH) yang mengkristal.  Berbeda dengan air, struktur kristal es berbentuk segi enam beraturan seperti terlihat pada Gambar 2.5.  Satu atom H terletak disatu sisi diantara sepasang (dua) atom oksigen dari molekul-molekul air lainnya (Winarno, 1984).

Gambar 2.5. Ikatan molekul air membentuk heksagon beraturan dalam es (Wislyng dan Muklethaler, 1965 cit Winarno, 1984)

Pada Gambar 2.6. satu molekul air dalam kristal es dapat mengikat empat molekul air yang berada disekitarnya Molekul air W dapat bergabung dengan molekul air 1, 2, 3, dan W’ melalui empat ikatan hidrogen.  Jarak antara dua atom oksigen yang berdekatan ( O – O ) dalam kristal es adalah 2.76 A°.  Besar sudut yang dibentuk oleh tiga buah atom oksigen ( O – O – O ) adalah 109°, hampir sama dengan besar sudut tetrahedron yaitu 109° 28’.  Pembekuan secara perlahan-lahan mengakibatkan terbentuknya kristal es yang besar dalam bahan.  Sebaliknya pembekuan secara cepat mengakibatkan terbentuknya kristal es yang kecil-kecil baik pada antar sel atau dalam sel jaringan bahan.  Selama pembekun pangan air dirubah menjadi es dengan derajat kemurnian yang tinggi, sedangkan  konsentrasi bahan   yang  terlarut  dalam cairan
yang belum membeku akan naik perlahan-lahan.  Biasanya disertai dengan perubahan  pada pH, viscositas, tekanan osmosis, tekanan uap dan sifat-sifat lainnya.  Jika air membeku, terjadi perubahan, volume air bertambah lebih kurang 9 %.  Bila bahan  pangan yang dibekukan, maka volume pangan yang dibekukan akan berubah yang ditentukan oleh besar kandungan airnya dan konsentrasi bahan yang terlarut, seperti larutan gula (sukrosa) dan lainnya.  Jumlah dan jenis bahan yang terlarut akan mempengaruhi jumlah dan ukuran (size), struktur, lokasi / daerah dan orientasi dari kristal es (Fennema, 1976).  Perubahan volume dalam beberapa produk buah-buahan pada proses pembekuan dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Pada kondisi suhu 0 °C satu unit kristal es dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Satu unit kristal es pada 0°C (Fennema, O, 1976)
Tabel 2.4.  Pertambahan Volume Produk Buah pada Proses    Pembekuan
Produk
Penambahan volume selama perubahan suhu 70 °F ke 0 °F
Sari buah apel
Sari buah jeruk
Frambus utuh
Frambus hancur / olahan
Arbei utuh
Arbei hancur / olahan
8.3
8.0
4.0
6.3
3.0
8.2
Sumber :  deMan, John M (1987), Terjemahan oleh Kosasih, P.  Kimia Makanan (1997).

2.6.  AIR DALAM BAHAN PANGAN

Air dalam bahan pangan dalam beberapa buku disebut air terikat karena berada dalam jaringan bahan.  Yang dimaksud dengan air terikat atau bound water adalah air yang berada dalam suatu bahan, termasuk bahan pangan.  Pengertian ini kuranglah tepat karena derajat keterikatan air dalam suatu bahan tidak sama tergantung keadaan bahan sendiri, sebagian air yang dikandung oleh bahan pangan tidak dalam keadaan bebas, melainkan terikat dalam berbagai bentuk ikatan oleh komponen-komponen penyusun bahan, malahan ada air yang tidak terikat atau air bebas.
Menurut Fennema (1976), berdasarkan derajat keterikatan air di dalam suatu bahan, maka air dapat dibedakan atas empat tipe.

Tipe I adalah tipe air yang terikat erat pada molekul lain dalam bahan melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar.  Air tipe ini termasuk air yang terikat pada lokasi dan zat tertentu seperti air pada DNA.  Molekul air ini membentuk hidrat dengan molekul-molekul senyawa yang mengandung atom O dan N seperti karbohidrat, protein dan garam-garam.  Air tipe ini tidak dapat dibekukan, tapi sebagian dapat dihilangkan melalui pengeringan biasa.  Beberapa ahli mengatakan bahwa air tipe ini adalah bound water.
Tipe II adalah molekul air yang membentuk ikatan hidrogen senyawa-senyawa lain dan molekul-molekul air lain seperti yang terdapat dalam pipa-pipa kapiler (micro capillary, dengan ukuran diameter < 1 mm) yang mempunyai sifat berbeda dengan air biasa.  Air tipe II lebih sukar untuk dikeluarkan bila dibandingkan dengan tipe III dan apabila dihilangkan akan menurunkan nilai aktifitas air.  Apabila air ini sebagian dikeluarkan dari bahan menyebabkan dapat menghentikan pertumbuhan mikroba dan mengurangi / menurunkan berbagai jenis reaksi kimia yang dapat merusak bahan.  Bila air tipe II dikeluarkan seluruhnya dari bahan, sehingga bahan akan diperkirakan mempunyai kandungan air berkisar 3 – 7 % (tergantung pada bahan dan suhu), maka kestabilan optimum dari bahan akan tercapai kecuali bagi produk-produk yang mengandung lemak yang mudah teroksidasi (lemak tidak jenuh).

Air tipe III adalah air yang berada (terikat) secara fisik pada jaringan matrik bahan seperti pada jaringan dinding sel bahan pipa kapiler ( > 1 mm ) dalam serat dan lain-lain.  Air tipe III ini mempunyai aktivitas air sedikit lebih rendah dari air murni.  Air tipe III ini adalah air mayoritas yang ada dalam jaringan sel-sel makanan yang berasal dari tanaman dan hewan.
Air ini merupakan air bebas yang mudah dihilangkan tapi dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan kelangsungan reaksi kimia seperti reaksi hidrolisa, aktifitas enzim dan reaksi pencoklatan.  Apabila air tipa III ini diuapkan seluruhnya, maka kandungan air bahan pangan akan berkisar antara 12 – 15 % dengan Aw 0.8 (Fennema, 1976).

Air tipe IV adalah air yang tidak terikat pada jaringan bahan, mempunyai sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh, tapi tidak persis sama betul seperti air murni, karena iar tipe ini berada dalam jaringan sel-sel hidup.  Air ini dapat divisualisasikan dalam perubahan aktifitas air apabila dilakukan proses pengeringan atau pembekuan terhadap bahan.

2.7.  AKTIFITAS AIR

Besarnya kadar air suatu bahan pangan bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya suatu proses kimia terutama kerusakan pada bahan pangan.  Sebagian air yang dikandung oleh bahan pangan tidak dalam keadaan bebas, melainkan terikat dalam berbagai bentuk ikatan oleh komponen-komponen penyusun bahan.
Aktifitas kimia dari air atau sering disebut dengan aktifitas air (water activity) dan disingkat dengan Aw, merupakan ukuran yang dipakai untuk menentukan kemampuan air dalam melangsungkan proses-proses kimia dalam sel jaringan hidup seperti mikrobiologis, oksidasi, hidrolisa, reaksi enzimatis dan lain-lain atau kombinasi semuanya (M. Adnan, 1982).  Aktifitas air (Aw) adalah jumlah air yang ada dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk kelansungan proses-proses kimia pada bahan.  Untuk  mikroba,  Aw  adalah  jumlah  air  yang  ada  dalam  bahan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya.  Dalam hal ini berbagai mikroba mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik.  Dibawah Aw minimum akan terjadi penundaan pertumbuhan dari mikroba, sampai pada suatu tingkat Aw tertentu mikroba tidak lagi dapat hidup.  Tabel 2.5. menunjukkan Aw minimum berbagai golongan mikroba.

Tabel.2.5. Aw Minimum dari Mikroba                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
Mikroba
Aw minimum
Bakteri
Ragi
Jamur
Bakteri halofilik
Fungi Xerofilik
Ragi Osmofilik
0.91
0.88
0.80
0.75
0.65
0.60
Sumber :  Bone, 1969 cit   M. Adnan (1982)

Disamping itu ada beberapa mikroba terutama kelompok cendawan mempunyai kemampuan menghasilkan toxin atau zat racun pada Aw tertentu,sehingga sangat berbahaya sekali bila cendawan tersebut tercemar pada bahan pangan.  Beberapa cendawan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Aw Minimum untuk Syarat Pertumbuhan dan Pembentukan Toxin Berbagai Jenis Jamur
Jenis Jamur
Nama Toxin
Aw minimum
Pertumbuhan
Pembentukan toxin
Aspergilus     - flavus
Penicillium –patullum
A.    ochraceus
A.    ochraceus
Stachybotys  - atra
Aflatoxin

Patulin

Ochratoxin
Asam penisilat
Stachybotryn
0.78 – 0.80

0.81

0.77
0.76
0.96

0.83

0.85

0.85
0.81
0.94
Sumber :  Troller (1980) cit M. Adnan (1982)

Dengan diketahuinya Aw minimum dari berbagai mikroba baik untuk pertumbuhan atau untuk pembentukan toxin merupakan informasi yang sangat penting dalam usaha untuk mencegah kerusakan bahan pangan.  Karena sebagian besar dari bahan pangan segar mempunyai Aw diatas Aw minimum mikroba, karena itu banyak bahan pangan yang rawan terhadap serangan berbagai mikroba, seperti terlihat  pada Gambar 2.7
Aktifitas air mempunyai nilai praktis khusus dalam usaha pengawetan bahan pangan dan penyimpanan dengan menurunkan nilai Aw bahan pangan dibawah atau sama dengan nilai Aw minimum dari berbagai mikroba.  Pada penyimpanan bahan pangan seperti biji-bijian memerlukan pembuatan kurva isoterm
sorpsi air dari bahan hingga diketahui berapa kadar air yang cocok dengan Aw yang dikehendaki.  Karena besaran Aw adalah kelembaban relatif dibagi 100, maka kelembaban relatif dalam tempat penyimpanan harus diatur sesuai dengan besarnya Aw.  Contoh lain penggunaan Aw adalah pada pembuatan makanan berkadar air sedang (intermediate moisture food) selalu berdasarkan pada pengaturan Aw, sehingga kerusakan dapat dihindari.  Demikian juga pada proses pengeringan atau pembuatan sari buah pekat (juice concentrate) selalu berdasarkan pada Aw.

                                          Bahan Makanan    Aw




      90

Buah-buahan
Sayur-sayuran
0.97
0.97

Text Box: Kadar Air, %      80


Telur

0.97
         
      70



Daging


0.97
       
      60



         
      50


Keju
Roti

0.96
0.96

      40

Jam, Jelli
0.82 – 0.94

      30



         
      20

Buah kering
Madu
0.72 – 0.80

0.75
         
      10

Krekker, Sereal
0.10
         





Gambar 2.7. Hubungan kadar air dan Aw berbagai bahan (Kaplow, 1970)

Dalam mempertahankan stabilitas dari produk yang diolah, agar tidak mengalami kerusakan, yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan kecepatan reaksinya maka dapat dipedomani peta stabilitas dari Labuza (1972) cit M. Adnan (1982) sebagai fungsi
dan aktifitas air.

Gambar 2.8.  Hubungan kecepatan reaksi dengan aktifitas air dalam bahan makanan (Labuza, et al , 1972 cit M. Adnan, 1982)

Untuk menetapkan besaran Aw dari suatu bahan pangan adalah dengan menempatkan contoh atau sampel dari pangan didalam suatu wadah yng tertutup, yang telah diisi dengan sederetan larutan yang mempunyai kelembaban nisbi yang tetap (RH – constant, lihat Tabel 2.7).  Setelah beberapa waktu yang telah ditetapkan, akan terjadi suatu keseimbangan, antara contoh bahan pangan dengan larutan ataupun sebaliknya.
Dengan percobaan ini, akan dapat ditentukan pada keseimbangan RH mana, contoh bahan pangan itu tidak lagi berubah beratnya (mempunyai berat yang tetap).
Apabila nilai keseimbangan RH (Equilibrium Relatif Humadity = ERH) ini kita catat dan dibagi dengan 100, maka akan diperoleh nilai Aw.  Atau dengan kata lain dikatakan :


            Aw   =   ERH  /  100  ……………………….(2.1)
dimana  :
ERH  =  RH bahan pangan dalam keadaan seimbang dengan RH larutan
Sedangkan  :  RH  =  100  x  p / po
dimana  :
              p    =  tekanan parsial uap air pada bahan
  po  =  tekanan uap air pada keadaan jenuh pada suhu yang sama
Oleh karena itu :
                        Aw  =  ERH  /  100
                                =  RH  /  100
                                =  100 . p / po
                                         100
                        Aw  =  p / po ………………………  (2.2)

Cara lain untuk menetapkan Aw adalah dengan menggunakan hukum Roult (M. Adnan, 1982) yaitu :
           
Aw  =  Mw  /  (Mw  +  Ms) ……………(2.3)

dimana :
            Mw  =  jumlah molekul air
            Ms  =  jumlah molekul pelarut (solute)

Penggunaan hukum Roult untuk penentuan Aw sangat cocok, khususnya dalam formulasi untuk menghasilkan bahan pangan dengan Aw yang dikehendaki.
Hubungan antara aktifitas air (Aw) dengan kandungan air suatu bahan pada suhu tertentu pada keadaan seimbang disebut dengan kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL) atau kurva Moisture Sorption Isoterm (M. Adnan, 1982). 
Tabel 2.7.  Larutan yang mempunyai RH - tetap
Bahan
Kelarutan rata-rata dalam air panas (gr/100 ml)
RH – tetap pada suhu ruang *)
( % )
Li Br
LiCl. H2O
K (CH2 COO)
MgCl. 6H2O
K2 CO3
NaBr. 2H2O
Na NO2
Na Cl
KCl
Ba Cl2
K2 SO4
240
100
500
300
150
120
150
40
50
50
20
7
11
22
32
43
58
65
75
85
90
97
*) RH – tetap akan berubah sedikit bila suhu berubah.



Contoh penetapan Aw :
 












Kadar air seimbang dari suatu bahan adalah kadar air bahan pada saat tercapai keseimbangan dengan kelembaban relatif udara disekitarnya.  Setiap kelembaban relatif mempunyai kadar air tertentu yang dapat diukur.
Setiap bahan mempunyai kurva ISL yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 2.9. untuk gelatin dan lempeng jagungDari gambar ini dapat dilihat bahwa pada Aw yang sama dari dua bahan dapat mempunyai kadar air yang berbeda.

Gambar.2.9. Kurva ISL dari gelatin dan lempeng jagung (Kaplow, 1970)

Kurva ISL umumnya berbentuk letter S (sigmoid).  Karena kurva ini merupakan isoterm, oleh karena itu setiap suhu akan mempunyai kurva tersendiri, seperti terlihat pada Gambar 2.10. (Fennema, 1976).
Kurva ISL dapat dibuat dengan mengumpulkan data kadar air seimbang mulai dari kelembaban relatif yang sangat rendah sampai kelembaban relatif yang tinggi (Winarno, 1984).  Sampel bahan dalam jumlah yang sedikit diletakkan pada wadah yang mengandung RH yang tetap (konstant) seperti dalam desikator yang berisi larutan jenuh antara lain Litium Chlorida dengan RH 11 %, MgCl dengan RH 32 %, NaCl dengan RH 75 % dan kalium sulfat untuk RH 97 %.  Setelah keseimbangan tercapai pada masing-masing larutan, dihitung kadar airnya secara gravimetris atau cara lain.  Dengan demikian didapatkan hubungan antara kadar air bahan dan RH dalam keadaan seimbang.  Bentuk umum dari ISL dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.10. Kurva isoterm sorpsi lembab dari kentang pada beberapa suhu (Fennema, 1976)
Gambar 2.11.   Bentuk umum kurva isoterm Sorpsi Lembab (Labuza et al, 1972)

Kurva ISL dapat dilihat pada dua arah.  Bentuk desorpsi bila dimulai pada kadar air yang  tinggi,  sedangkan  absorpsi  dimulai

pada kadar air yang rendah.  Perbedaan antara kedua kurva ini disebut histeresis.  Menurut Rockland (1969) cit M Adnan            an (1982) kurva ISL dibagi atas tiga daerah, tergantung dari keadaan air dalam bahan dan sifat air pada berbagai tingkat Aw yang berbeda.  Ketiga daerah itu ialah daerah IL – I, IL – II dan IL – III.  Pada Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa IL – I berada pada Aw 0 – 0.25,  IL – II pada Aw 0.25 – 0.75, sedangkan IL – III berada pada Aw diatas 0.75.
Ditinjau dari keterikatan air dalam bahan, maka air yang berada pada daerah IL – I merupakan lapisan tunggal atau hanya satu lapis molekul air (mono layer).  Ikatan air pada daerah ini bersifat ionik.  Karena itu air terikat dengan erat sekali, sehingga tidak dapat berfungsi dalam proses kimia , termasuk proses kerusakan.  Air berlapis tunggal inilah yang disebut sebagai air terikat (bound water), yaitu air yang tidak dapat membeku, walaupun suhunya diturunkan sampai 0°C.  Umumnya kadar air bahan di daerah ini berkisar 5 – 10 %.
Daerah IL – II tersusun oleh molekul air berlapis ganda atau berlapis-lapis meskipun air didaerah ini tidak terikat erat oleh komponen suatu bahan, namun air tidak dalam keadaan bebas.  Ikatan ini dalam komponen bahan umumnya dalam bentuk ikatan kovalen.  Karena itu kecepatan reaksi di daerah ini berlansung lambat.  Bahan pangan yang ktifitas airnya berada di daerah ini digolongkan dalam bahan pangan berkadar air sedang (intermediate moisture foods).  Biasanya kelompok bahan pangan ini mengandung kadar air antara 20 – 40 %, merupakan bahan pangan yang awet, meskipun tidak disimpan pada suhu refrigerasi.  Pembuatan makanan berkadar air sedang merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan dengan memakai dasar aktifitas air.
Air yang terdapat pada IL- III merupakan air yang tidak terikat atau air bebas, yang biasa dinyatakan sebagai air kondensasi kapiler, karena dalam keadaan bebas, air tersebut dapat berfungsi sebagai medium.  Untuk berlangsungnya proses kimiawi (sebagai pelarut) di daerah ini air terkondensasi pada struktur bahan, hingga kelarutan komponen menjadi sempurna.  Demikian juga proses kerusakan di daerah ini akan cepat berlansung.
2.8.       POLARITAS AIR

Bila diperhatikan bentuk tetrahedron dari molekul air, dapat dikemukakan bahwa sudut-sudut dimana atom hidrogen berada, membentuk daerah yang bermuatan positif,  sedangkan sudut-sudut dengan dua pasang elektron, membentuk daerah bermuatan negatif.  Karena itu molekul air mempunyai dua kutub atau disebut dwi kutub (dipolar) dengan sifat sangat polar, dimana molekul air adalah merupakan molekul polar yang permanen, atau mempunyai polaritas yang tinggi.
Kita harus membedakan molekul polar dari Na+Cl-, yang hanya dapat berdissosiasi menjadi Na+ dan Cl- melalui aliran listrik.  Sedangkan polar dari molekul air tak dapat berpisah dengan aliran listrik, sebab muatan (+-) berada pada satu molekul air itu sendiri.  Oleh karena itu bila suatu molekul air atau lain molekul polar ditaruh pada aliaran listrik, ia akan membentuk untaian atau rantai panjang yang bermuatan positif dan negatif, seperti : (+ -) (+ -) (+ -) dan seterusnya.  Panjang rantai ini dapat diukur , dan disebut : konstanta dielektrika, yang digunakan untuk menunjukkan derajat polaritas dari larutan.
Tabel 2.8.  Konstanta dielektrika untuk beberapa zat
Zat
Konstanta Dielektrika
Keterangan
Air
Glycerin
Methanol
Ethanol
Benzen
Lemak dan Minyak
80
48
34
24
  2
±2
Polar
non polar
non polar
non polar
non polar
non polar
 Dari Tabel 2.8 dapat dilihat bahwa iar memiliki konstanta dielektrika yang paling besar yaitu 80, maka dikatakan air adalah pelarut polar atau air mempunyai polaritas yang tinggi dibandingkan dengan zat lain.  Bila nilai konstanta dielektrik 50, berarti elektronegatifitas dari atom-atom yang berikatan relatif sama sehingga pembagian elektronnya merata, maka ikatannya disebut non polar.

2.9.       PERUBAHAN FASE DARI AIR
Titik beku air adalah pada suhu 0 °C.  Pada suhu ini air dan es berada dalam keadaan seimbang.  Ini berarti bahwa sampai pada keadaan semua air membeku, maka suhu 0 °C ini akan tetap.   Kita ingat bahwa es mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air.  Dapat kita buktikan bila es kita masukkan dalam air, ia akan mengapung.  Selama pembekuan, air akan bertambah volumenya, karena strukturnya berubah.  Apabila suhu kita turunkan menuju titik beku, maka ikatan hidrogen lebih banyak terbentuk dan kristal-kristal air (water clusters) akan terbentuk sampai semua molekul-molekul air akan terikat membentuk sebuah susunan heksagonal.  Pertambahan volume air selama terjadi proses pembekuan, adalah merupakan kejadian yang tidak diharapkan.  Umpamanya pada bahan  hasil pertanian bila terjadi pembekuan air dapat menyebabkan rusaknya atau pecahnya sel jaringan bahan tersebut, menghasilkan lunaknya tekstur dan akan menurunkan mutu bahan itu.
Disamping itu ukuran kristal yang terjadi juga merupakan masalah.  Hal ini haruslah menjadi pemikiran, dalam melakukan pembekuan bahan pangan.
Selanjutnya apabila es mencair suhu masih 0 °C, maka air akan berubah menjadi cairan yang mengandung ikatan hidrogen sebagian.  Apabila suhu dengan pelan-pelan dinaikkan menuju titik didih, maka ikatan hidrogen yang masih tertinggal akan putus.  Sedang pada suhu titik didih (100 °C), maka air dan uap air berada dalam keadaan seimbang, tapi suhu tetap 100 °C sampai semua air akan menguap.  Uap air adalah terdiri dari molekul-molekul air yang bebas yang tidak mempunyai ikatan hidrogen.  Uap air adalah molekul air yang mempunyai berat molekul yang sangat kecil yaitu 18 karena terdiri dari satu molekul.
Untuk memahami semua perubahan dari air ini perhatikan Gambar2.12. berikut.
a
b
Gambar 2.12.  Perubahan fase air
a.  Pengaruh suhu pada tekanan 76 mmHg
b.    Triple point air
Untuk ringkasnya dapat dikemukakan bahwa :
-          Es adalah merupakan molekul air dengan 100 % ikatan  hidrogen (fully hidrogen bonded).

-          Air adalah merupakan molekul air dengan sebagian ikatan hidrogen (partly hidrogen bonded).
-          Uap adalah sama sekali tidak mempunyai ikatan hidrogen (not hidrogen bonded), atau molekul-molekul air kurang lebih menjadi bebas satu sama lain, ikatan hidrogen menjadi putus.

Kita perlu memahami bahwa apabila air dipanaskan dalam keadaan hampa udara (vacuum), maka air kan mendidih pada suhu dibawah 100 °C.  Sedangkan es akan menyublim, bila tekanan udara diturunkan sampai 4 mmHg.
Kondisi ini merupakan dasar dari banyak hal dalam pengolahan pangan, seperti dalam pengeringan dengan memakai sistem pengeringan vakum dan pengeringan beku (freezer drying).

2.10.        PENETAPAN KADAR AIR DALAM BAHAN

Kelihatannya penetapan kadar air dalam bahan pangan pada prinsipnya adalah mudah, tapi dalam prakteknya sukar untuk memperoleh hasil yang memuaskan.  Salah satu sebabnya adalah tergantung pada keadaan bahan, dan tipe dari air yang dikandung bahan itu.
Kandungan air dari bahan dapat ditentukan dengan beberapa cara, sebagai berikut :
2.10.1.  Metoda Oven
Metoda ini memakai suhu 100 °C, kadang-kadang suhu dapat 105 °C tergantung bahan.  Dengan metoda ini sejumlah berat dari contoh bahan, ditempatkan di dalam oven sampai beratnya tetap atau tak berkurang lagi.  Biasanya berat contoh adalah 5 – 10 gram, yang bila diperhitungkan dapat diperoleh berat contoh yang telah dikeringkan / residu berkisar 1 – 2 gram.
Selisih berat sebelum dengan sesudah dikeringkan adalah jumlah / banyak air yang diuapkan, yang diperhitungkan secara prosentase sebagai kandungan air bahan. 
Secara skematis, metoda oven ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Ulangi sampai berat tetap













5 – 10 gram               Dinginkan bahan         Timbang bahan
contoh di                   kering sampai              yg telah kering
dalam oven               suhu kamar                  (residu)
suhu 100-105 ÂșC


Perhitungan :
(Berat contoh +  Wadah)  -  Berat wadah  =  Berat contoh  (A)
(Berat wadah + contoh kering) - Berat wadah  = Berat residu  (B)

Kadar air (%)  =    A  -  B    x    100 %  …………..  (2.4)
(berat basah)             B

Kadar air (%)  =         B            x   100 %  …………  (2.5)
(berat kering)            A

Keuntungan dari metoda oven  :
-          Cepat, mudah dan murah, dapat diulangi untuk beberapa contoh Tapi kelemahannya ialah butuh waktu lama, hasil kurang teliti, sebab tidak semua yang diuapkan adalah air, termasuk juga bahan-bahan yang mudah menguap, seperti alkohol dan asam organik lainnya yang ada dalam bahan.  Disamping itu juga faktor-faktor lain seperti :
-          Pengaruh panas terhadap zat-zat tertentu yang menyebabkan lepasnya zat-zat yang mudah menguap.
-          Tipe dari pada air yang ada  dalam bahan yaitu air bebas dan air terikat yang berbeda-beda pada setiap produk, yang tidak dapat diuapkan dengan suhu yang sama.
-          Suhu yang berbeda dapat menyebabkan kandungan air yang berbeda nyata.

2.10.2.  Metoda Pengeringan Vacuum (Vacuum  drying)
Pemakaian vacuum drying ini biasanya diikuti dengan penurunan suhu yang digunakan.  Oleh karena itu dengan metoda ini dapat dicegah kerusakan zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat yang mudah menguapp, karena pengaruh suhu tinggi yang digunakan.  Diketahui bahwa air akan dapat mendidih pada suhu yang lebih rendah apabila tekanan udara diturunkan (vacuum).  Malah pengeringan pada suhu 0 °C adalah memungkinkan seperti keadaan dibawah ini :
             
        Tekanan                                   Titik didih air
        760 mmHg (1 atm)                                100 °C
        4.6  mmHg                                                0 °C

Melalui suatu percobaan-percobaan tertentu dengan mempergunakan alat vacuum dryer, maka titik didih air dapat diturunkan dengan penurunan tekanan udara.
Dengan            demikian keuntungan dari pemakaian metoda vacuum ini adalah kerusakan karena panas dapat teratasi, tapi sebaliknya ditemukan suatu kelemahan metoda ini yaitu; zat-zat yang mudah menguap selain dari air masih ada kemungkinan rusak, dan air terikat masih sukar untuk diuapkan.

2.10.3.  Metoda Destilasi (Distillation Method)

Metoda ini telah digunakan semenjak 70 tahun yang lalu.  Pada metoda ini dikenal dua cara “destilasi”, sebagai berikut:

a.       Dengan, Brown dan Duvel Apparatus air disuling dari suatu pelarut tertentu yang mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari pada air, tapi mempunyai titik didih yang tinggi.  Alat Brown dan Duvel memakai pelarut minyak mineral.  Contoh sampel yang akan ditentukan kadar airnya dimasukkan ke dalam tabung bola (flask), setelah itu masukkan  minyak mineral kemudian dipanaskan dengan suhu sesuai dengan petujuk pada alat, biasanya 190 °C.
Air pada bahan akan menguap, dan masuk kedalam kondensor (condenser).  Disini uap air akan mengembun.  Tetesan embun air akan jatuh dan ditampung dengan sebuah gelas ukur.  Dengan demikian kandungan air contoh dapat ditentukan.
-           
Gambar.2.12. Alat BROWN dan DUVEL untuk mengukur kadar air bahan memakai minyak mineral sebagai pelarut
b. Alat yang kedua, tidak memakai minyak mineral sebagai pelarut, tetapi memakai xyline, toluene atau tetrachlorethylene (perhatikan  Gambar 2.13)
Prinsip kerja alat ini adalah sama, hanya dalam pelarut dan gelas untuk menampung air menyatu dengan kondensor

Metoda destilasi ini adalah metoda yang umum digunakan untuk menetapkan kandungan air dari bahan.
Keuntungannya antara lain :
-          air cepat dapat diuapkan, karena suhu tinggi.
metoda destilasi dapat mengurangi kerusakan zat-zat dalam bahan, dibandingkan dengan metoda oven.


Kelemahannya :
-          reaksi kimia dapat dikurangi, tapi tak dapat dihentikan
-          pengaruh panas juga dapat ditekan, dengan jalan memilih pelarut-pelarut yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air, tapi dapat mengakibatkan waktu destilasi akan bertambah panjang / lama.
Untuk analisa yang bersifat rutin, metoda destilasi tidak dapat digunakan, karena cukup mahal.

2.10.4.  Metoda Kimia
Ada dua metoda kimia ini yaitu ;
a.  Metoda titrasi reagen KARL FISHER
Metoda Karl Fisher ini ditemukan pada tahun 1935, menetapkan kadar air bahan berdasarkan reaksi kimia, air melalui titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida dan larutan pyridin dalam metanol.
Reaksinya adalah sebagai berikut :

2 H 20   +   SO2   +  I2                 H2SO4   +   2HI
Caranya :
Sejumlah contoh (sampel) dilarutkan di dalam campuran SO2– piridyn dalam metanol.  Larutan ini kemudian dititrasi dengan larutan yod dalam metanol.  Kelebihan yod yang tidak dapat bereaksi dengan air, dinyatakan sebagai bentuk yod yang bebas.  Sedangkan jumlah yod yang dibutuhkan untuk titrasi dapat ditentukan secara visual, dengan menambahkan beberapa tetes indikator yang dapat menimbulkan warna kuning kecoklatan (yellow – mahagony brown culler) terlihat.  Dalam pelaksanaan titrasi ini harus dijaga bahwa semua reagen, labu titrasi dan buret harus ditempatkan pada ruangan tertentu (yang bebas dari dari pengaruh tekanan dan kelembaban udara). Untuk metoda ini lihat Gambar 2.14.


Gambar 2.14. Alat untuk menetapkan kandungan air dengan metoda KARL – FISHER

Metoda KARL – FISHER ini adalah metoda yang paling baik menetapkan kadar air dari bahan pangan yang tidak banyak mengandung air (low moisture foods), seperti pangan kering (buah-buahan dan sayur-sayuran), kembang gula, bubuk coklat, bubuk kopi, lemak minyak.  Metoda ini pernah didemontrasikan dengan sukses sekali pada penetapan kadar air dari gula, madu dan berbagai jenis pangan yang kaya dengan gula reduksi dan protein.
                                                     

2.11.  DAFTAR PERTANYAAN


1.      Sebuah molekul air terbentuk dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Jelaskanlah proses terjadinya sebuah molekul air dan buatlah gambar konfigurasinya.
2.      Jelaskan pula proses pembentukan dari kristal es dan apa beda struktur kristal es dengan air.
3.      Berikan alasan kenapa proses pembekuan air lebih cepat waktunya dibandingkan dengan waktu pelelehan kembali.
4.      Penetapan konstanta dielektrika digunakan untuk apa ? jelaskan.
5.      Apa yang dimaksud dengan kurva isoterm sorpsi lembab ? Bagaimana cara menetapkannya.
6.      Jelaskan empat tipe air yang ada dalam bahan hasil pertanian.
7.      Apa yang dimaksud dengan Aw, dan jelaskan cara penetapannya.
8.      Jelaskan hubungan Aw dengan beberapa kecepatan reaksi kimia didalam jaringan hidup.
9.      Penetapan kandungan air dalam bahan dapat digunakan dengan metoda Karl Fisher. Untuk bahan yang bagaimana metoda Karl Fisher ini dapat digunakan ?. Jelaskan alasannya.
10.  Apa maksud dari titik triple point, dan pada suhu dan tekanan berapa terjadinya.
11.  Jelaskan kenapa air pada tekanan 1 atm dan suhu 0 – 100O C dapat mengalir.

DAFTAR BACAAN


Adnan, M. 1982, Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Agritech – Yogyakarta.
DeMan, John M. 1989. Principle of Food Chemistry. Terjemahan Oleh Kosasih, P. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB-Bandung. Hal 1-35.
Fennema, O,R. 1976. Water and Ice In : Food Chemistry. Edt by Fennema O.R. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel. P. 13-38.
Kaplow, N. 1970. Commercial Development of Intermediate Moisture Food. Food Technology 24.889.
Labuza, T.p., L. Mc Nally, D Gallagher, J. Hawkes and F. Hurtado. 1972.  Stability of Intermediate Moisture Foods. J.Food sci, p.37:154.
Meyer, L.H. 1961. Food Chemistry. Reinhald Publishing Corporation – New York. P. 5-8.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Makanan.
Rockland, L.B dan Niski, S.K. 1989. Influence of Water Activity on Food Product Quality and Stability. Food Technology. P..34 : 42-51.