Entri Populer

Selasa, 27 Desember 2011

- PROTEIN


4.1.  PENDAHULUAN

Protein adalah merupakan molekul yang berukuran besar, komplek dan mempunyai banyak variasi.  Protein merupakan sumber asam amino yang penting untuk diet, baik sebagai sumber asam amino esensial atau asam amino non esensial (Fennema, 1976).
Protein pada manusia mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai komponen utama dalam pembentukan struktur tubuh seperti otot dan berbagai organ bagian dalam tubuh yang sebagian besar tersusun oleh protein.  Bahan mineral dari tulang kerangka dihubungkan satu sama lain oleh protein yang disebut kolagen.  Fungsi lain adalah untuk pertumbuhan, mengganti sel jaringan yang rusak serta menjaga kondisi tubuh agar berada dalam keadaan yang normal (well being).
Protein adalah merupakan polimer dari asam amino, karena itu molekulnya dicirikan oleh kandungan nitrogen.
Enzim dan hormon adalah termasuk kedalam kelompok protein.  Enzim adalah biokatalis bagi reaksi kimia yang berlangsung pada tanaman dan hewan, sedangkan  hormon  adalah zat untuk pendorong reaksi biokimia (sebagai regulator).  Dasar-dasar proses dalam kehidupan seperti pertumbuhan, pencernaan, metabolisme, ekskresi, perubahan energi kimia menjadi energi kerja (mekanis) dan lain-lain dikontrol oleh enzim dan hormon.
Kulit dan rambut yang menyelubungi tubuh kita  terdiri dari 10 persen protein dari total protein yang ada pada tubuh.
Pada tanaman dan hewan ada protein yang ditumpuk, seperti protein yang ditemukan dalam susu, telur dan dalam                 biji-bijian/kacang-kacangan, yang merupakan sumber protein bagi pertumbuhan selanjutnya.
Imune protein adalah merupakan kelompok protein khusus yang ditemukan dalam susu dan darah, yang berfungsi untuk melindungi makhluk hidup menahan serangan dari zat racun/berbahaya, atau mikroba-mikroba yang menyebabkan suatu penyakit.
Mempertahankan kebutuhan protein yang cukup tersedia dalam makanan adalah sangat penting tapi mengalami banyak masalah karena biaya pengadaan protein tersebut lebih mahal daripada pengadaan lemak ataupun karbohidrat.  Untuk diketahui pula bahwa kebutuhan protein dalam diet (sebagai gizi) per kilogram berat badan, tidaklah berkurang mulai dari usia dini sampai usia tua, atau dapat dikatakan seumur hidup.  Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.  Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino.  Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dari molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah.  Hal semacam inilah yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur dan sebagainya.
Oleh karena itu pertemuan-pertemuan atau pembicaraan-pembicaraan tentang masalah pengadaan ptotein dalam pangan adalah merupakan topik yang selalu mendapat perhatian atau hangat dalam bidang kimia pangan pada semua tingkat, antara lain seperti penggunaan protein pangan yang lebih efisien dan penggalian sumber-sumber baru terhadap protein yang dapat dimakan (edible protein) dan selanjutnya pengembangan teknologi penggunaannya.
Oleh sebab itu pemahaman pengetahuan khusus dari komposisi, struktur dan sifat kimia serta aspek gizi dari protein tersebut perlu dipelajari dan dimengerti pula pengaruh dari berbagai perlakuan terhadap protein dari bahan hasil pertanian.
4.2. ASAM AMINO

Asam amino adalah merupakan zat pembangun atau building block dari pada protein, karena itu bila ingin mempelajari protein, maka perlu terlebih dahulu mengetahui sifat-sifat dari asam amino.

O
 
Asam amino adalah merupakan komponen kimia yang tersusun dari :
-           gugus amino yang bersifat basa ; NH2
-          sebuah gugus karboksil yang bersifat asam : -  C       OH
-          sebuah atom H (hidrogen)
-          dan gugus rantai cabang dengan lambang  R

Keempat komponen diatas terikat pada sebuah atom karbon C, yang dikenal sebagai atom karbon  alpha atau disingkat a - C.
Secara skematis, a - asam amino dapat dituliskan sebagai berikut :

           


           




    Gugus Amino            Rantai cabang       Gugus Karboksil
           (Basa)                                                   (asam)

Gambar 4.1. Sketsa Molekul Asam Amino (Anglemier dan Montgomery, 1976)

Diketahui bahwa karbon a (a-C) adalah karbon asimetris, yang mempunyai dua isomer yaitu D dan L.  Akan tetapi semua  a-asam amino atau asam amino yang berkonfigurasi a hanya mempunyai konfigurasi L.  Karena itu protein hanya tersusun dari L-asam amino, yang penulisan isomer optiknya jarang dilakukan.  Bila tidak ada tanda apa-apa, maka yang dimaksud adalah asam amino L (Winarno, 1984).
Asam amino pada kondisi pH netral (pH isoelektrik yang disingkat dengan pL) gugus amino dan gugus karboksil berada dalam bentuk ion.  Gugus karboksil akan kehilangan sebuah proton karena terdissosiasi sehingga bermuatan negatif.  Sedangkan gugus amino akan mendapat tambahan sebuah proton, karena itu akan bermuatan positif.  Pada kondisi ini asam amino akan bersifat dipolar dan disebut ion zwitter (Anglemier and M.W. Montgomery, 1976 dalam Fennema (eds) 1976 ).

      NH2                                                    +NH3
         |                                                   |
H  -  C  -  COOH                      H  -  C  -  COO-
         |                                                   |
         R                                                 R
Asam amino yang                    Asam amino yang mengion
tidak mengion                          atau asam amino dipolar
                                                (ion zwitter)

Asam amino dengan struktur ion zwitter mudah larut dalam air daripada dalam pelarut yang kurang polar.  Bila dalam bentuk kristal, akan mencair atau terurai pada suhu yang relatif tinggi, biasanya diatas 200 °C.  Pada saat yang bersamaan, asam amino akan memperlihatkan sifat dipolarnya dan memberikan bilangan konstanta dielektrika yang besar.
Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH.  Pada pH yang rendah, gugus karboksil tidak terdissosiasi, sedangkan gugus aminonya mengion.  Pada pH yang tinggi (misalnya pada pH=11), karboksilnya akan terdissosiasi, sedangkan gugus aminonya tidak mengion, seperti terlihat pada skema berikut.
    
      NH3+                            NH3+                            NH2
         |                                       |                                     |
H  -  C  -  OOH               H  -  C  -  COO-            H  -  C  -  COO-
         |                                       |                                     |
        R                                     R                                    R     
Asam amino pada           Asam amino pada      Asam amino pada
Kondisi pH < pL             kondisi pH = pL        kondisi pH > pL
                                     (netral)

Kondisi pH pada saat terjadi ionisasi pada gugus karboksil atau dari gugus amino dari sebuah asam amino dinyatakan dengan PK, atau dengan kata lain pH pada saat separuh dari gugus asam karboksil atau gugus amino, masing-masing sama-sama bermuatan disebut dengan istilah pK (Meyer, 1969).  Setiap asam amino mempunyai dua buah pK yaitu pK1 apabila gugus karboksil terdissosiasi dan pK2 apabila gugus amino berionisasi.  Umumnya besar pK1 adalah 2–3 sedangkan pK2 dari asam amino adalah 9–10.  Pada Tabel 4.1 berikut dapat dilihat pK1 dan pK2 serta pL dari beberapa asam amino.

Tabel 4.1.  Nilai pK1, pK2 dan pL dari beberapa asam amino
Asam amino
pK1
a - COO-
pK2
a - NH3
pKR
pL
Glisin
Alanin
Isoleusin
Serin
Asam aspartat
Asparagin
Asam glutamat
Glutamin
Histidin
Sistein
Tirosin
Arginin
Lisin
2.34
2.35
2.36
2.21
2.09
2.02
2.19
2.17
1.82
1.71
2.20
2.17
2.18
9.78
9.69
9.68
9.15
9.82
8.80
9.67
9.13
9.17
   10.78
9.11
9.04
8.95




3.86

4.25

6.00
8.33
 10.07
 12.48
 10.53
6.06
6.02
6.02
5.68
2.97
5.41
3.22
5.65
7.58
5.02
5.65
10.76
9.74
Sumber : Anglemier dan Montgomery (1976) dalam Fennema (Eds) 1976,  hal.211.
Rantai cabang (side chains) R dari asam amino  merupakan bagian dari asam amino yang sangat mempengaruhi sifat kimia asam amino, sekaligus sifat kimia dari protein.  Menurut Krull dan Wall (1969)  cit Anglemier dan Montgomery (1976),  rantai cabang R dapat dibedakan dalam empat kelompok yaitu  1) Rantai cabang polar (polar – uncharged),  2) Rantai cabang non polar (non polar side chains),  3) Rantai cabang bermuatan negatif (negatively charged or acidic side chains) dan  4) Rantai cabang bermuatan positif (positively charged atau basic side chains), seperti terlihat pada Tabel 4.2.
























Sumber :  Krull dan Wall (1969) cit Anglemier dan Montgomery (1976)

Asam amino dengan rantai cabang R polar bersifat hidrofilik.  Karena itu dapat membentuk ikatan hidrogen dengan  molekul air dan larut dalam air.  Yang masuk dalam kelompok polar ini adalah glisin, serin, treonin, tirosin, sistein, glutamin, asparagin dan sistein.  Gugus hidroksil dari serin, treonin dan tirosin serta gugus belerang pada sistein dan juga gugus amida pada asparagin dan glutamin adalah merupakan gugus yang suka pada air.  Pada pH 7 gugus belerang dari sistein dan hidroksil  dari tirosin akan berionisasi dan akan kehilangan sebuah proton.  Sedangkan gugus amida dari asparagin dan glutamin akan terhidrolisa oleh adanya asam atau basa, yang menghasilkan asam aspartat dan asam glutamat.
Kelompok asam amino dengan rantai cabang non polar lebih bersifat  hidrofobik atau  kurang atau tidak larut dalam air.  Ada  8 asam amino yang masuk pada kelompok ini yaitu alanin, valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, metionin, triptofan dan prolin.  Umumnya asam amino dengan rantai cabang non polar ini, cenderung membentuk cluster (berkelompok) dalam pembentukan molekul protein.
Prolin merupakan asam amino yang agak berbeda dengan asam amino yang lain, karena pada atom nitrogen terikat dua macam ikatan yaitu dalam bentuk nitrogen sekunder.  Rantai cabang dalam hal ini berupa hidrokarbon yang terikat pada          a - karbon dan pada nitrogen dari amino sehingga terbentuklah cincin.  Dengan demikian prolin sesungguhnya bukan asam amino karena itu disebut asam imino.
Asam amino dengan rantai cabang R bermuatan positif, biasanya pada pH 6 – 7 bersifat basa.  Karena itu dalam beberapa tulisan asam amino ini disebut juga sebagai asam amino dengan rantai cabang basa.  Ada tiga asam amino dalam kelompok ini  yaitu lisin, arginin dan histidin.
Sebaliknya asam amino dengan rantai cabang bermuatan negatif bersifat asam.  Hanya ada dua asam amino dalam kelompok ini yaitu asam aspartat dan asam glutamat.  Hal ini tentu saja harus dibedakan dengan aspartin dan glutamin yang pada umumnya mempunyai cabang yang netral atau tidak bermuatan.
Bila diperhatikan gugus rantai cabang R dari asam amino, maka dapat dikemukakan ada rantai cabang yang hanya terdiri dari atom H saja yaitu yang ditemukan pada glisin, dan berbentuk metil pada alanin.  Pada leusin dan isoleusin, rantai cabangnya berbentuk alifatik, sedangkan pada serin dan treonin berbentuk alifatik hidrosil.  Yang mempunyai rantai cabang R aromatik ditemukan pada fenilalanin, tirosin dan triptofan.  Ada dua asam  amino yang  rantai cabangnya mempunyai atom belerang (S), yaitu sistein dan metionin.  Kedua asam amino ini mempunyai peranan penting dalam pembentukan ikatan disulfida dalam molekul protein.
Dari Tabel 4.2  dapat dilihat bahwa muatan gugus rantai cabang R, dari asam amino sangat tergantung juga pada pH.  Gugus karboksil akan kehilangan atom H+ dalam keadaan larutan dan membentuk ion bermuatan negatif, hingga dalam penamaan asam aminonya akan diberi tambahan akhiran at.  Contohya adalah asam aspartat dan asam glutamat.  Sebaliknya dilihat dari gugus amino, dalam larutan akan mengambil satu atom H+, hingga membentuk ion muatan positif yaitu -  NH3+, yang tidak punya nama tersendiri.  Reaksi ini adalah reaksi seimbang atau bolak-balik.  Kedua bentuk ini yaitu yang bermuatan dengan yang tidak bermuatan tidaklah tetap, tergantung dari pH dari larutan.
Dari uraian diatas dapat dikemukakan hanya ada 21 asam amino yang menyusun molekul-molekul protein  yang ada dalam bahan tanaman dan hewan, dengan bobot molekul yang cukup besar dan komplek.  Tapi dari aspek gizi yang penting adalah 9 asam amino yang tidak terbentuk dalam sel tubuh manusia, karena itu harus diusahakan agar tersedia dalam menu makanan.  Asam amino esensial tersebut adalah treonin, metionin, lisin, valin, leusin, isoleusin, histidin, enilalanin dan triptofan (Meyer, 1960).

4.2.1.  Penulisan Nama Asam Amino
Dalam beberapa pustaka, asam amino sering ditulis memakai nama lengkap, tapi ada juga memakai singkatan.  Nama singkatan ada dua yaitu dengan memakai singkatan tiga huruf atau dengan memakai lambang satu huruf, seperti terlihat pada Tabel 4.3 berikut.  Tapi kedua cara penamaan ini dipakai banyak orang.
Tabel 4.3.Penulisan Nama, Singkatan dan Lambang Asam Amino
Asam amino
Singkatan tiga huruf
Lambang satu huruf
Alanin (Alanine)
Arginin (Arginine)
Asparagin (Asparagine)
Asam aspartat (Aspartic acid)
Sistein (Cysteine)
Glutamin (Glutamine)
Asam glutamat (Glutamic acid)
Glisin (Glycine)
Histidin (Histidine)
Isoleusin (Isoleucine)
Leusin (Leucine)
Lisin (Lysine)
Metionin (Methionine)
Fenilalanin (Phenilalanine)
Prolin (Proline)
Serin (Serine)
Treonin (Threonine)
Triptofan (Tryptophane)
Tirosin (Tyrosine)
Valin (Valine)
Ala
Arg
Asn
Asp
Cys
Gln
Glu
Gly
His
Ile
Leu
Lys
Met
Phe
Pro
Ser
Thr
Trp
Tyr
Val
A
R
N
D
C
Q
E
G
H
I
L
K
M
F
P
S
T
W
Y
V
Sumber : Stryer (1975) cit Winarno (1984)

4.3.    IKATAN PEPTIDA

Apabila gugus karboksil dari sebuah asam amino bereaksi dengan gugus amino dari asam amino yang lain, maka terbentuk sebuah ikatan  peptida dengan melepaskan  sebuah  molekul      air (Anglemier dan Montgomery, 1976). Beberapa buku menyebut ikatan  peptida ini disebut juga ikatan C – N atau ikatan                (-CONH-).  Ikatan peptida ini terletak diantara dua atom              a-karbon.



H    H           O           H                       H                             H2O
 |      |                                        |             O      
N – C – C             +             N – C  - C     
 |      |                                        |             OH
H   R1           OH        H              R2    




               H    O           H                      O             
H             |      ||                       |                       
        N – C –  C  -  N– C  - C                           Dipeptida
H             |            H    |                           
               R1                 R2          OH

                   ¯
         Ikatan Peptida

Beberapa asam amino berikatan satu sama lainnya melalui ikatan peptida, maka senyawa yang dihasilkan sering disebut peptida saja.  Kebanyakan dari peptida yang ada di alam dibentuk melalui proses hidrolisis parsial untuk membentuk molekul protein (Meyer, 1960).  Sedangkan Winarno (1984) mengatakan bahwa reaksi ini cenderung merupakan reaksi hidrolisis dari pada reaksi sintesis.  Tapi pembentukan ikatan peptida ini memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi.
Protein adalah merupakan rantai polimer yang panjang dari asam-asam amino yang tidak bercabang, biasanya lebih dari 100 asam amino, yang dihubungkan oleh ikatan-ikatan peptida yang disebut rantai polipeptida, karena panjangnya maka penulisannya sebagai berikut :


      H   O           H    O            H   O           H     O          H           O
       |     ||             |      ||             |     ||             |      ||            |   
+H3N– C – C  -  N – C – C –  N – C - C –  N – C – C –  N –C – C 
       |             |      |             |       |             |      |             |     |
       R1         H    R2          H     R3         H     R4         H   R5        O-

Residu ujung                                                                Residu ujung
Amino                                                                         karboksil

Rantai polipeptida ini mempunyai arah, residu ujung amino diambil sebagai ujung awal dari rantai polipeptida.  Karena itu dalam tripeptida, seperti alanin – glisin – triptofan,  alanin merupakan ujung amino dan triptofan merupakan ujung karboksil. Residu ujung amino dan residu ujung karboksil, dari suatru peptida biasanya bebas berionisasi, karena ikatan peptida tidak membentuk gugus yang dapat berionisasi pada rentang     pH 0-14. Karena itulah residu ujung amino dan residu ujung karboksil akan terpisah jauh pada sebuah rantai polipeptida.
Secara skematis Read (1981) menuliskan rantai polipeptida seperti Gambar 4.3.  Rantai yang menghubungkan atom-atom   - C – N – C – N- disebut rantai utama atau rantai kerangka molekul protein.
Gambar 4.3.  Skema rantai polipeptida (Read, 1981  cit Winarno, 1984)

Ternyata protein dapat terdiri dari satu atau lebih polipeptida yang dapat berbeda  atau sama, misalnya hemoglobin terdiri dari empat polipeptida, dua polipeptida sama sedangkan yang dua lagi berbeda.  Keempat polipeptida ini diikat oleh ikatan-ikatan non kovalen.  Ada beberapa ikatan non kovalen yang mungkin terdapat pada rantai polipeptida atau protein yaitu :


 - CH2 – S – S – CH2                            -  CH3 - - - - - CH3   –

   Ikatan disulfida                                    Ikatan hidrofobik


        O
 - C          +NH3            --                                  - C = O - - - H – N
        O
     Ikatan ionik                                                     ikatan hidrogen

Umumnya protein diikat oleh ikatan disulfida, misalnya pada dua rantai polipeptida insulin.
Ada beberapa sifat dari ikatan peptida yaitu : 1) merupakan ikatan kovalen, sama halnya dengan ikatan ester pada lemak,  2) terbentuk dari dua molekul asam amino dengan melepaskan sebuah molekul air,  3) mudah terhidrolisa oleh reaksi enzim atau karena pemanasan dalam larutan asam atau basa dengan membentuk kembali komponen bebas lainnya.  Biasanya pada keadaan ini akan terjadi pengambilan kembali sebuah molekul air, dan 4) ikatan peptida selalu terjadi pada a-karbon.




4.4.    STRUKTUR PROTEIN

Protein melakukan banyak fungsi kehidupan dan karena itu protein tersusun dari beratus-ratus asam amino, maka strukturnya juga sangat komplek dibandingkan dengan peptida.  Sedangkan diketahui dialam hanya ada 21 asam amino.  Walaupun demikian diperkirakan lebih dari 2000 jenis protein yang ada dialam yang dapat disintesa, sesuai dengan fungsi setiap jenis protein.  Jumlah ini masih dapat diperbesar, bila diperhitungkan variasi       sekecil-kecilnya yang ditemukan pada protein dari berbagai spesies makhluk hidup. 
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuarterner.

4.4.1.      Struktur Primer
Struktur primer protein tersusun dari beberapa asam amino yang membentuk garis lurus.  Sekuensi (urutan) dari asam-asam amino yang menyusun struktur primer ini sangat unik yang menentukan bermacam sifat dasar dari berbagai protein dan merupakan dasar dalam penetapan struktur sekunder dan tersier (Anglemier dan Montgomery, 1976) seperti terlihat pada gambar berikut ini


    H    O              R    O                      H           O
     |      ||               |      ||                       |             ||
H2N – C –  C -  - N – C – C – N – C -    - N – C – C - OH
     |                |       |            |      |                 |
    R              H     H          H     R     n         R

Residu ujung                                                    Residu ujung
Asam amino                                                     Karboksil

Dinyatakan bahwa bila protein tersusun dari asam-asam amino yang mengandung gugus hidrofobik maka kelarutannya dalam air akan kurang dari protein yang tersusun dari asam amino yang mengandung gugus hidrofilik.

























Sebagai contoh dari struktur primer ini, dapat dilihat pada gambar 4.3, yaitu : struktur primer dari insulin manusia.
phe                                                        gly
val                                                         ile
asn                                                        val                                                    
gln                                                        glu
his                                                         gln
leu                                                         cys                S
cys              S                         S            cys
gly                                                        thr
ser                                                         ser
his                                                         ile
leu                                                         cys                S
val                                                         ser
glu                                                        leu
ala                                                         tyr
leu                                                         gln
tyr                                                         leu
leu                                                         glu
val                                                         asn
cys             S                                         tyr
gly                                       S               cys
gly                                                        asn
arg
gly                                                  Rantai A
phe
phe
tyr
thr
pro
lys
thr
Rantai B
Gambar 4.3. Struktur primer dari Insulin manusia
A.     Terdiri dari 21 asam amino
B.     Terdiri dari 30 asam amino
-           Rantai S-S adalah ikatan disulfida
-           Berat molekul protein ± 6000

4.4.2.   Struktur Sekunder   
   Bila struktur primer saja yang menyusun molekul suatu protein maka molekul protein tersebut akan memanjang dan menipis.  Sebagai contoh sebuah molekul protein dengan berat molekul 13.000 akan mempunyai panjang 448 A° dan tebal       37 A°.  Struktur ini memungkinkan akan berinteraksi dengan senyawa lain tapi kenyataannya tidak pernah terjadi dialam.  Yang ada hanyalah suatu bentuk dengan konfigurasi tiga dimensi yang tersusun dari rangkaian peptida dari protein tersebut.  Inilah yang disebut struktur sekunder.  Ada dua bentuk dari struktur ini, konfigurasi a-helix dan b-helix.  Konfigurasi a-helix merupakan bentuk pilinan yang ditemukan pada protein wol. Konfigurasi     a-helix ini melibatkan 3.6 peptida asam amino untuk setiap belokan pilinan, dengan gugus rantai cabang R yang mencuat keluar (keatas dan kebawah) dari batang (poros) struktur helix.  Sedangkan konfigurasi b - helix merupakan bentuk lipatan-lipatan dengan pola zig-zag (sheet-pleat).  Contohnya yang ditemukan pada protein sutera dan pada kolagen.  Kolagen adalah protein yang banyak ditemukan pada hewan vertebrata, hampir sepertiga dari protein tubuhnya.  Kolagen adalah protein untuk tenaga dan merupakan komponen utama untuk memelihara dan melindungi tubuh yang terdiri dari sepertiga glisin dan sepertiga prolin atau hidroksi prolin.  Kedua konfigurasi ini terjadi karena kerja sama dari ikatan hidrogen dan ikatan peptida yang ada dalam molekul protein.   Struktur sekunder ini terdiri dari satu rantai polipeptida.  Konfigurasi a-helix distabilkan oleh ikatan hidrogen dalam molekul protein, sedangkan b-helix distabilkan oleh ikatan hidrogen antar molekul protein (deMan, John M / Kosasih P, 1976). 

Gambar 4.4 Skema a-helix (Read, 1981) cit Winarno (1984)

Umumnya protein a-helix berbentuk serabut atau bulat (globular), sedangkan protein b-helix berbentuk serat dan tidak larut dalam air.

4.4.3.      Struktur Tersier
Struktur tersier terjadi karena melipatnya rantai peptida sesamanya, sehingga terjadi protein yang sebagian berbentuk      a-helix dan sebagian lagi tidak.  Tergantung dari urutan asam aminonya, maka panjang dari a-helix akan bervariasi, dan membentuk struktur tersier yang unik.
Struktur tersier ini distabilkan oleh beberapa ikatan yaitu ikatan hidrogen (yang terbentuk antar rantai cabang R), interaksi hidrofobik, ikatan garam-garam, ikatan hidrofobik dan ikatan disulfida.  Ikatan disulfida merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur tersier ini.  Interaksi hidrofobik terjadi antar gugus non polar dan molekul protein.  Ikatan garam-garam tidak begitu penting peranannya dalam struktur ini, sedangkan kelompok ionik dari protein mempunyai kecenderungan untuk bereaksi dengan ion-ion lain disekitar molekul.
Pada struktur tersier ini, asam amino yang hidrofobik cenderung akan melipat arah kedalam molekul protein, sedangkan kebanyakan dari asam amino polar dan hidrofobik tetap berada dipermukaan.  Dengan adanya gugus rantai cabang R yang polar dipermukaan molekul, menyebabkan kelarutannya dalam air akan meningkat.

Gambar 4.5. Ikatan yang memantapkan struktur sekunder dan   tersier protein ;
a.Interaksi elektrostatik; b.Ikatan hidrogen; c.Interaksi hidrofobik; d.Interaksi hidrofilik ; e.Ikatan disulfida (Anfinsen, 1959 cit Anglemier dan Montgomery, 1976).

4.4.4.  Struktur Kuarterner
Struktur primer, sekunder dan tersier umumnya melibatkan satu rantai polipeptida.  Pada struktur kuarterner melibatkan beberapa rantai polipeptida dalam membentuk protein.
Berbeda dengan struktur tersier, ikatan disulfida pada struktur ini tidak membantu ketahanan struktur ini.  Struktur kuarterner terjadi karena adanya interaksi antara unit-unit polipeptida protein sesamanya (Anglemier dan Montgomery, 1976).  Biasanya penggabungan unit-unit protein ini dalam kelipatan dua yang memberikan beberapa keuntungan, seperti sintesa DNA dan RNA yang mempergunakan protein.

4.5.   SIFAT FISIKO KIMIA DARI PROTEIN

Sifat fisiko kimia dari protein ditentukan oleh jumlah dan jenis dari asam aminonya.  Protein mempunyai berat molekul yang sangat besar, sehingga bila dilarutkan dalam air, protein tidak akan terlarut, tapi akan membentuk suatu dispersi koloidal.  Bila membicarakan kelarutan dari protein, berarti membicarakan dispersibilitasnya (Meyer, 1960).
Menurut deMan, John M (1989) terjemahan Kosasih, P (1997), sifat fisiko kimia dapat juga didefenisikan sebagai sifat fungsional dari protein yang mempengaruhi perilaku protein dalam sistem suatu bahan selama dalam pengolahan, pemyimpanan, penyiapan dan juga pengkonsumsian (Kinsella,1982 cit deMan, John M, 1989).  Beberapa sifat fungsional ini dicantumkan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4.  Sifat Fungsional Protein Makanan
Sifat umum
Kriteria fungsional
Organoleptik
Kinestetik

Hidrasi


Permukaan

Pengikatan
Struktur



Reologi
Enzimatik

Ketercampuran

Antitoksida
Warna, baurasa, bau
Tekstur,rasamulut, kehalusan, kebutiran, kekeruhan
Kelarutan, keterbasahan, penyerapan air, penggembungan, pengentalan, penjelan, sineresis, viscositas (kekentalan)
Pengemulsian, pembuihan (aerasi, pengocokan), pembentukan film
Pengikatan lipid, pengikatan baurasa
Kekenyalan, kekohesivan, kekunyahan, adesi, pengikatan-silang jaringan, agregasi, pembentukan adonan, teksturizabilitas, pembentukan serat, kemampuan cetak
Kekentalan, penjelan
Koagulasi (renet), pelunakan (papain), pematangan (“proteinase”)
Kekomplemenan (gandum-kedelai, gluten-kasein)
Pencegahan baurasa menyimpang (emulsi fluida)
Sumber : Kinsella (1982) cit deMan, John M (1989)

Molekul protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi masih dapat menimbulkan tegangan pada membran tersebut.
Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter.  Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.  Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out.  Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap.  Garam-garam logam berat dan asam-asam mineral kuat ternyata baik digunakan untuk mengendapkan protein.  Prinsip ini dipakai untuk mengobati orang yang keracunan logam berat dengan memberi minum susu atau makan telur mentah kepada pasien.
Apabila protein dipanaskan atau ditambah alkohol, maka protein akan menggumpal.  Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein, selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim-enzim proteolitik (Winarno, 1984).
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa).  Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul, apakah berada dipermukaan atau di dalam molekul protein.  Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino merupakan aseptor ion H+, sehingga protein bermuatan positif.  Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak ke arah katoda.  Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda.  Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik (pL), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol.  Tiap jenis protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan.  Pada titik isolistrik ini, protein akan cepat mengendap.  Prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan serta pemurnian protein (Meyer, 1960).
Kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

                                   NH3+                                    NH3+Cl-


pH rendah     protein           + H+Cl           protein      

                                  COOH                                COOH

                                NH3+                                    NH2

pH tinggi    protein       + Na+OH-          protein            +   H2O
 

                                COOH                               COO-Na+

                                    NH3+


pH  =  pL        Protein              ion zwitter

                                    COO-

Perpindahan muatan protein dalam suatu proses elektrolisis pada tingkat keasaman (pH) tertentu disebut dengan elektroforesis, yang berguna untuk menetapkan berat molekul dan keragaman dari protein.
Beberapa bahan pangan mengandung beberapa macam protein.  Pada kondisi pH tertentu ada protein yang berada diatas pH isolistriknya dan ada pula protein yang lain berada dibawah pH isolistriknya.  Pada keadaan ini maka muatan positif akan bergabung dengan protein bermuatan negatif, sebaliknya residu ujung muatan negatif akan bergabung dengan protein yang bermuatan positif. 

4.6.   KLASIFIKASI PROTEIN

Protein merupakan molekul yang besar, komplek dan banyak variasi.  Karena itu klasifikasinya mengalami kesukaran.
Menurut Meyer (1960) dan deMan, John M (1989) terjemahan oleh Kosasih (1997) penggolongan protein yang klasik didasarkan pada kelarutannya dalam berbagai pelarut.  Tapi kriteria lain juga dipakai setelah penelitian mengenai susunan dan struktur dari molekul protein diketahui.  Oleh karena itu Winarno (1984) membagi / mengelompokkan protein tersebut berdasarkan struktur susunan molekulnya, kelarutannya, adanya senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi dan fungsi protein.

4.6.1        Berdasarkan Struktur Susunan Molekulnya
Ada dua kelompok protein yaitu;
  1. Protein fibriler / skleroprotein adalah protein yang berbentuk serabut.  Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik dalam garam, asam, basa, ataupun alkohol.  Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pasti dan sukar dimurnikan.  Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula.  Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur badan pada jaringan.    Kadang-kadang protein ini disebut albuminoid dan sklerin.  Contoh protein fibriler adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin dan otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
  2. Protein globuler / sferoprotein yaitu protein yang berbentuk bola.  Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan daging.  Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein fibriler.  Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan hormon.

4.6.2        Berdasarkan Kelarutan
Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup, yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon dan protamin.
a.      Albumin : larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas.  Contohnya albumin telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
b.     Globulin : tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting out).
      Contoh globulin : miosinogen dalam otot, ovoglobulin dalam kuning telur, amandin dari buah almonds, legumin dalam kacang-kacangan.
c.      Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam pelarut asam / basa encer.  Contohnya glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
d.      Prolamin atau gliadin : larut dalam alkohol 70 – 80 % dan tak larut dalam air atau maupun alkohol absolut.  Contohnya gliadin dalam gandum, hordain dalam berley dan zein pada jagung.
e.      Histon : larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer.  Histon dapat mengendap dalam pelarut protein lainnya.  Histon yang terkoagulasi karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer.  Contohnya globin dalam hemoglobin.
f.      Protemin adalah protein yang paling sederhana dibandingkan protein-protein lain, tetapi lebih kompleks daripada pepton  dan peptida.  Protein ini larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.  Larutan protamin encer dapat mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat, dan dengan asam kuat membentuk garam kuat.  Contohnya salmin dalam ikan salmon, klupein pada ikan herring, skombrin (scombrin) pada ikan mackerel dan siprinin (cyprinin) pada ikan karper.
  
Menurut deMan, John M (1989) terjemahan Kosasih (1997) semua jenis protein disebutkan diatas (a s/d f) disebut sebagai protein sederhana. Protein sederhana adalah protein hanya menghasilkan asam amino saja bila dilakukan hidrolisis, tanpa mengandung senyawa lain.

4.6.3        Berdasarkan Adanya Senyawa Lain
Protein yang mengandung senyawa lain selain asam amino pada molekulnya disebut protein konyugasi.  Senyawa lain itu antaranya adalah lemak, asam nukleat atau karbohidrat.  Ada beberapa protein konyugasi tergantung dari jenis senyawa lain (non protein) yang tergabung dengan molekul protein, yang dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5.  Beberapa Jenis Protein Konyugasi
Nama
Tersusun oleh
Terdapat pada
Nukleoprotein

Glikoprotein


Fosfoprotein


Kromoprotein
(metaloprotein)
Lipoprotein
Protein + asam nukleat

Protein + karbohidrat


Protein + fosfat yang mengandung lesitin

Protein + pigmen (ion logam)
Protein + lemak
Inti sel, kecambah biji-bijian
Musin pada kelenjar ludah, tendomusin pada tendon, hati
Kasein susu dan vitelin / kuning telur
Hemoglobin

Serum darah, kuning telur, susu, darah
 Sumber : Harrow dan Mazur (1962) cit Winarno (1984)





4.6.4        Berdasarkan Tingkat Degradasi
Protein dapat dibedakan menurut tingkat degradasinya.  Degradasi biasanya merupakan tingkat permulaan denaturasi.
a.        Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel.
b.       Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat permulaan denaturasi.  Dapat dibedakan     sebagai :  protein turunan primer (protean, metaprotein) dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton dan peptida).

Protein turunan primer merupakan hasil hidrolisis yang ringan, sedangkan protein sekunder adalah hasil hidrolisis yang berat.
Protean adalah hasil hidrolisis oleh air, asam encer, atau enzim, yang bersifat tak larut.  Contohnya adalah miosan dan edestan.
Metaprotein merupakan hasil hidrolisis lebih lanjut oleh asam dan alkali dan larut dalam asam dan alkali encer tetapi tak larut dalam larutan garam netral.  Contohnya adalah asam albuminat dan alkali albuminat.
Protein terkoagulasi yaitu hasil denaturasi protein oleh panas atau alkohol.
Proteosa, bersifat larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.  Diendapkan oleh larutan (NH4)2SO4 jenuh.
Pepton, juga larut dalam air, tak terkoagulasikan oleh panas, dan tidak mengalami salting out dengan amonium sulfat, tetapi mengendap oleh pereaksi alkaloid seperti asam fosfo tungstat.
Peptida, yaitu gabungan dua atau lebih asam amino yang terikat melalui ikatan peptida.

4.6.5.   Berdasarkan Fungsi Protein    
Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain.
a.        Sebagai enzim
Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim; dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbondioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromosom.
Hampir semua enzim menunjukkan daya katalitik yang luar biasa, dan biasanya dapat mempercepat reaksi sampai beberapa juta kali.  Sampai kini lebih dari seribu enzim telah dapat diketahui sifat-sifatnya dan jumlah tersebut masih terus bertambah.  Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis.


b.       Alat pengangkut dan alat penyimpan
Banyak molekul dengan BM kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu.  Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.  Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan feritin, suatu protein yang berbeda dengan transferin.
c.        Pengatur pergerakan
Protein merupakan komponen utama daging; gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran.  Pergerakan flagela sperma disebabkan oleh protein
d.       Penunjang mekanis
Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut.
e.        Pertahanan tubuh / Imunisasi
Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteria, dan sel-sel asing lain.  Protein ini pandai sekali membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda asing.
f.        Media perambatan impuls syaraf
Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor; misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor / penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.
g.        Pengendalian pertumbuhan
Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan.
4.7. PENETAPAN KANDUNGAN PROTEIN DARI HASIL PERTANIAN

Ada dua metoda yang digunakan dalam penetapan kadar protein dalam suatu bahan yaitu metode Kjeldahl dan metode Dumas (Meyer, 1960).  Prinsip dua metoda ini adalah sama.  biasanya yang ditetapkan adalah total protein, bukan spesifik protein, seperti kadar kolagen dalam daging, gluten dalam biji-bijian dan lain-lain.   Pada kedua metoda ini untuk menetapkan kandungan protein dari suatu bahan terlebih dahulu ditetapkan kadar nitrogennya.  Kemudian kadar nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan suatu angka yang disebut dengan angka konversi, yaitu 6.25.  Angka 6.25 ini diperoleh dari kebalikan angka prosentase nitrogen yang ada dalam protein bahan.  Umumnya prosentase nitrogen dalam protein diperkirakan 16 %, karena itu angka konversi adalah 100 / 16 = 6.25.  Tapi angka 6.25 ini tidaklah tetap, tergantung kepada angka prosentase kandungan nitrogen yang ada dalam protein dari suatu bahan.
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat angka konversi dari beberapa bahan dengan faktor koreksinya.

Tabel 4.6 Angka Konversi Beberapa Bahan dan Faktor Koreksinya
Bahan
Angka konversi untuk protein
Faktor koreksi dari nilai protein menjadi protein kasar
Beras (semua jenis)
Gandum biji
Gandum tepung
Kacang tanah
Kacang kedele
Kelapa
Susu (semua jenis)
5.95
5.83
5.70
5.46
5.71
5.30
6.38
1.05
1.07
1.10
1.14
1.09
1.08
0.98
Sumber :  FAO (1970) cit Winarno (1984)

4.7.1.  Metoda Kjeldahl
Mula-mula bahan dihidrolisa dengan asam sulfat pekat dengan mempergunakan katalis selenium oksiklorida atau dengan butiran Zn sampai terbentuk CO2, air (H2O) dan membebaskan nitrogen dalam bentuk amonia, yang dengan asam sulfat pekat membentuk senyawa (NH4)2 SO4.  Reaksinya adalah sebagai berikut :




Se
 
Bahan  +  H2SO4                CO2  +   H2O + (NH4)2SO4  + SO2  


Amonia (NH3) dari amonium sulfat dibebaskan dengan basa kuat, NaOH yang berlebihan.  Kelebihan dari basa dititrasi dengan larutan asam lemah, biasanya HCl atau asam borat. Jumlah amonia diperhitungkan sebagai prosentasi dari nitrogen dalam protein.  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metoda Kjeldahl ini.  Destruksi dari bahan dalam asam sulfat pekat merupakan pekerjaan yang sulit, karena bisa saja terjadi pemecahan amonia dari amonium sulfat yang terbentuk menjadi nitrogen bebas, hingga kehilangan nitrogen akan terjadi.  Untuk mengatasi hal ini dianjurkan beberapa hal yaitu: 1) Penggunaan katalis yang tepat (yang baik dan banyak digunakan adalah Cu, Hg, Se atau Zn),  2) Menetapkan lama destruksi , biasanya 8–16 jam,  3) Pergunakan zat pendorong oksidasi dan hidrolisa seperti kalium permanganat.
Kelemahan lain dari metoda Kjeldahl ini ialah bahwa zat-zat seperti purin, pirimidin, vitamin, kreatin dan kreatinin ikut teranalisis dan termasuk kedalam nitrogen protein.  Walaupun demikian metode Kjeldahl ini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan hasil pertanian.

4.7.2.  Metode Dumas
Pada metode Dumas ini bahan contoh dipanaskan dalam ruang pembakaran yang berisi gas CO2 dalam lingkungan yang mengandung kupri oksida (panas) maka CO2 dan air yang terbentuk akan terabsorpsi, sedangkan nitrogen yang ada dalam bahan akan keluar sebagai nitrogen bebas dan langsung dianalisis dan diukur.  Lalu untuk menetapkan kandungan proteinnya, dikalikan dengan angka konversi, sehingga diperoleh kandungan protein kasar (crude protein) dari bahan yang merupakan angka estimasi.
4.8.     DENATURASI PROTEIN

Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutus ikatan kovalen atau dapat lebih jelas lagi, denaturasi protein adalah perubahan besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan perubahan dalam urutan asam amino (deMan, 1989  terjemahan Kosasih, P. 1997).  Telah dikatakan bahwa protein itu disintesa didalam sel-sel hidup.  Karena itu strukturnya secara alami adalah merupakan ciri khasnya sendiri, apakah struktur sekunder, tersier atau kuarterner.  Sesuatu perubahan dari struktur aslinya, baik melalui / tanpa pelipatan maupun pelipatan kembali, hingga menyebabkan perbedaan bentuk, ukuran serta sifat, disebut dengan denaturasi.  Karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau pilinan molekul (Winarno, 1984).  Sebagian besar protein globulin mudah mengalami denaturasi.  Bila susunan ruang atau rantai polipeptida berubah dari ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul rusak, molekul protein akan mengembang.  Kadang-kadang perubahan ini memang dikehendaki dalam pengolahan bahan pangan, tapi sering dianggap merugikan, sehingga perlu dicegah.
Bila denaturasi protein terjadi, akan menyebabkan beberapa hal yaitu; ikatan peptida akan mudah terhidrolisa, oleh enzim proteolitik; kelarutan protein akan menurun; aktifitas enzim akan berkurang atau hilang sama sekali; kemungkinan kristalisasi protein sama sekali tidak mungkin ; viscositas akan bertambah, karena molekul akan mengembang dan menjadi asimetrik; sudut putaran optik larutan protein akan meningkat.
Pada umumnya denaturasi protein akan terjadi disebabkan oleh : pemanasan, oksidasi dan reduksi, faktor mekanis (seperti pengocokan yang kuat dapat menyebabkan putih telur tidak berbusa tapi akan mengendap), senyawa kimia (asam, basa, alkaloid, garam logam berat) dan lain-lain.   Akan tetapi setiap protein mempunyai kepekaan tersendiri terhadap proses denaturasi ini, sesuai dengan komposisinya dan faktor-faktor penyebab denaturasi sendiri.  Senyawa kimia seperti urea dan garam sianida dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein.  Dengan cara tersebut, urea dan garam sianida dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya kelarutan gugus hidrofobik dalam air.
Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi protein, karena senyawa ini dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik sehingga praktis terdenaturasi.  Disamping itu, aseton dan alkohol dapat pula menyebabkan denaturasi.
Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul.  Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul.  Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder.  Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah : (a) ikatan hidrogen; (b) ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang saling berlekatan membentuk suatu micelle dan tidak larut dalam air; (c) ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif; (d) ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin.
Pada gambar berikut ini diberikan sketsa proses denaturasi dari protein.

Gambar 4.6. Sketsa proses denaturasi protein (Brands, 1967    cit Winarno, 1984).
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa cabang hidrofobik dalam keadaan biasa (struktur alam) terletak dibagian dalam, sedangkan cabang polar dan ionik terletak dibagian luar.  Tapi bila protein mengalami denaturasi maka keadaan tersebut berbalik, cabang hidrofobik berada diluar dan cabang polar ionik berada didalam.
Mempelajari dan mengetahui struktur alami dari protein adalah yang penting, agar pencegahan denaturasi dapat dilakukan.
4.9.     PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN

Selama pengolahan bahan hasil pertanian sejumlah perubahan kimia yang melibatkan protein dapat terjadi.  Perubahan ini ada yang dikehendaki dan ada pula yang tidak, terjadinya oksidasi pada asam amino protein dan membentuk asam amino baru yang sukar dihidrolisis oleh enzim.  Sampai saat ini penggunaan panas adalah sangat penting dalam mempertahankan mutu protein.  Walaupun demikian penggunaan panas harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan.  Kebanyakan dari protein nabati menjadi lebih bernilai bila dipanaskan.  Seperti antitripsin dan zat anti gizi lainnya yang banyak ditemukan dalam biji-bijian seperti gandum dapat dinonaktifkan atau dimatikan dengan memanaskan atau memasaknya.  Daya cerna dan keberadaan dari asam amino yang mengandung belerang dapat dibaiki melalui pemanasan biasa, seperti yang dilakukan pada kedele dan kacang tanah.  Begitu juga asam amino metionin, triptofan dan treonin cukup tersedia dalam roti dibandingkan dengan yang ada dalam biji gandum sendiri (Bender, A.E, 1972).

4.9.1.  Pasteurisasi
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu dibawah 100 0C, agar kerusakan dari protein yang peka terhadap panas dapat ditekan.  Misalnya untuk daging sapi, ayam dan ikan, suhu akhir dari produk yang dipanaskan tidak lebih dari 66-74 0C, sedangkan suhu awal pasteurisasi adalah 30-50 0C.  pada kondisi ini rantai dari peptida tidak akan melipat dan denaturasi protein hanya bersifat parsial.  Perubahan ini menyebabkan menguatnya struktur myofibriller dan menurunnya daya serap air.  Pada suhu 61-65 0C, kolagen dalam daging akan menyusut (kalau pada ikan pada suhu 45 0C), struktur helix akan berubah, akhirnya akan terjadi pengempukan dari jaringan pengikat dan pengerasan dari protein myofibriller (Anglemier dan Montgomery, 1976).
Pasteurisasi pada susu dilakukan pada suhu 72 0C selama 15 detik.  Pada suhu ini hanya semua enzim menjadi non aktif, sedangkan protein lain tidak terjadi perubahan yang begitu nyata.  Tapi protein β-lacto globulin ( yang juga banyak ditemukan pada biji gandum) akan berubah yang ditandai oleh terciumnya bau belerang.
 
4.9.2.  Sterilisasi
Sterilisasi biasa dilakukan untuk mematikan mikroba perusak/pembusuk hasil pertanian dan untuk menonaktifkan enzim. 
Penggunaan suhu diatas 80 0C umumnya protein sudah menggumpal, sedangkan asam amino yang mengandung belerang akan melepaskan belerang dari ikatan disulfidanya.  Pada saat yang sama reaksi Maillard antara gula pereduksi dan asam amino dari protein akan terjadi.  Dengan demikian jelas nilai gizi (protein) dari bahan akan turun, terutama sekali kehilangan lisin.  Pada suhu sterilisasi kolagen juga akan mengalami perubahan menjadi gelatin.  Beberapa asam amino essensial akan rusak antara lain sistein, metionin dan lisin.  Tapi dengan perkembangan teknologi sterilisasi yang telah maju, dengan pengaturan tinggi suhu dan lama waktu sterilisasi kerusakan dapat lebih dikurangi.

4.9.3.    Pengolahan  dengan Suhu Rendah (Pendinginan  dan Pembekuan)
Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menghambat kebusukan yang disebabkan oleh mikroba, aktifitas enzim dan reaksi kimia.  Protein bahan pangan relatif lebih stabil bila disimpan pada suhu diatas suhu pembekuan.  Walaupun demikian mikroba psychrofil dapat saja aktif dan merusak bahan.
Pada proses pembekuan, umumnya faktor sensori sangat mudah rusak, sedangkan mutu dari protein tidak begitu banyak dipengaruhi bila proses pembekuan, pelelehan, tetap diperhatikan sesuai dengan ketentuan.  Protein miosin daging, ikan akan mengalami denaturasi selama penyimpanan beku.  Lemak ikan akan mengalami autoksidasi dan menghasilkan radikal-radikal bebas dan hidroperoksida.  Perubahan ini dapat diatasi bila ikan disimpan pada suhu pembekuan sangat rendah yaitu -30 0C atau lebih rendah lagi (Connell, J.J, 1970).
Kalau kuning telur dibekukan dibawah suhu -6 0C, setelah itu dilakukan pelelehan, menyebabkan strukturnya seperti gel, yang berarti kekentalan akan meningkat dan konsentrasi garam-garam dalam kuning telur bertambah tinggi.  Keadaan ini disebabkan karena kerusakan lipoprotein dari kuning telur.



4.9.4.   Pengeringan
Mengurangi kadar air dalam suatu bahan melalui berbagai cara pengeringan merupakan hal yang efektif dalam hal mengurangi berat,  memperpanjang masa simpan tanpa pendinginan, tapi masih ada beberapa hal yang terjadi yang tidak diinginkan, terutama kerusakan pada faktor sensori.
Daging, ayam dan ikan bila dikeringkan dengan pengeringan biasa (udara panas) menghasilkan produk yang keras, mengerut, dan apabila dimasak setelah direhidrasi, menghasilkan produk yang liat dan mempunyai aroma yang tidak ideal (Anglemier dan Montgomery, 1976).  Bila dilakukan pengeringan  secara vakum dengan tekanan udara 5-10 mmHg, dapat menekan kerusakan lebih rendah, begitu juga reaksi pencoklatan non enzimatis dan reaksi kimia lainnya, tapi bukan berarti reaksi-reaksi tersebut tidak ada sama sekali. 
Bila tekanan udara diturunkan lagi menjadi 1 mmHg atau lebih rendah dan setelah itu dilakukan pengeringan dengan proses sublimasi akan menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk yang tidak berubah, hanya mempunyai sifat porus dan kering.  Sifat porus ini mempertinggi pengembalian kepada bentuk semula dari produk bila dilakukan rehidrasi (Rolfe, E, 1970).
Daging yang dikeringbekukan, setelah direhidrasi dan dimasak menjadi kurang empuk dan agak basah (Juicy) bila dibandingkan dengan daging tanpa dikeringbekukan.
Berkurangnya pengempukan daging disebabkan karena daya serap air juga turun akibat dari saling mendekatnya           molekul-molekul akto-myosin saat air dikeluarkan dari bahan.  Selain itu juga terjadi melipatnya rantai peptida dari protein, sehingga protein serabut (myofibriller) akan membentuk sebuah agregat dengan garam-garam yang ada disekitarnya sehingga denaturasi akan terjadi (Anglemier dan Montgomery, 1976). Hal ini disebabkan karena air terikat juga dapat dikeluarkan pada proses pengeringan beku ini. Sudah jelas proses ini juga merusak asam amino lisin.
Pengeringan semprot (spray drying) digunakan untuk pengeringan cairan seperti susu atau telur. Produk cair diubah menjadi butiran yang bergerak seperti sebuah arus (aliran) dalam udara yang dipanaskan. Udara panas merupakan faktor penyebab perubahan pada protein terutama mempengaruhi sifat fungsionalnya. Karena perubahan bentuk dari produk dari cairan menjadi butiran, maka permukaan produk lebih diperluas, akibatnya proses denaturasi permukaan dari protein akan cepat terjadi, beberapa sifat fungsional akan hilang. Tapi prosentasi denaturasi protein tidak begitu tinggi (Anglemier dan Montgomery, 1976).
Pengeringan dengan alat drum dryer membentuk produk menjadi lapisan tipis dipermukaan drum yang berputar yang diberi panas dengan uap. Kadang-kala, produk yang dihasilkan berbau hangus yang dapat menurunkan kelarutan dari protein, bila kontrol suhu dan waktu pengeringan kurang diperhatikan. Telah diteliti ada dua asam amino baru yang ditemukan dari produk susu bubuk yang berbau hangus, yaitu furosein dan pyridosin yang berasal dari lisin yang terdenaturasi melalui proses pengeringan drum ini (Anglemier dan Montgomery, 1976). Kedua asam amino ini dijadikan sebagai indikator kerusakan protein melalui pengeringan bahan, yang banyak detemukan pada pengeringan drum ini, hanya sedikit pada pengeringan semprot, sedangkan pada pengeringan beku sama sekali tidak ditemukan. Kedua asam amino ini tidak dapat diserap oleh dinding usus.

4.10.    PROTEIN DALAM HASIL PERTANIAN

Dalam membicarakan protein dalam hasil pertanian tidak langsung mengemukakan kandungan protein kasarnya, tapi dibahas untuk setiap bagian dari bahan berdasarkan asalnya.  Dalam hal ini dibicarakan protein dari tiga kelompok bahan yaitu protein yang berasal dari hewani, protein ikan dan protein tanaman (nabati).

4.10.1.   Protein Hewani
Bagian utama sebagai sumber makanan dari hewan adalah daging, susu dan telur.  Karena itu  yang dimaksud dengan protein hewani adalah protein yang ada dalam daging, susu dan telur.
Protein daging terdiri dari 70 persen protein fibril dan 30 persen protein larut air.  Protein fibril mengandung 32-38 persen myosin, 13-17 persen aktin, 7 persen tropomyosin dan 6 persen protein stroma (deMan, John M, 1989).
Menurut Anglemier dan montgomery (1976), protein daging dikategorikan kedalam tiga kelompok protein  yaitu berdasarkan bahan dan kelarutannya yaitu protein fibril (myofibril), sarkoplasma dan protein stroma,  seperti terlihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.7. Jenis dan Kandungan Protein dari Tiga Kelompok Hewan
Jenis protein
Mamalia ( %)
Unggas (%)
Ikan (%)
Protein fibril
Sarkoplasma
Stroma
45-55
30-34
10-17
60-65
30-34
5-10
65-75
20-30
1-3
Sumber :  Anglemier dan Montgomery (1976) dalam Fennema O.R (ed). p.240.

Angka-angka yang ada pada Tabel 4.6 merupakan data umum untuk setiap jenis (kelompok) hewan dan akan bervariasi untuk setiap spesies dan lingkungan.  Kandungan protein dalam susu sapi umumnya 3-4 persen tergantung pada jenis dan lingkungannya.  Angka rata-rata biasanya hanya 3.5 persen.
Protein susu sapi terdiri dari dua kelompok protein yaitu kasein atau fosfoprotein dan protein serum susu.  Secara rinci protein susu sapi dapat dilihat dari  Tabel 4.8.
Tabel 4.8.  Komponen Utama Protein Susu sapi
Komponen
Persentase dari susu
Persentase dari total protein
Kasein
b-laktoglobulin
a- laktalbumin
Immunoglobulin
Serum albumin
Lain-lain
2.76
0.43
0.08
0.07
0.03
0.18
78
12
2
2
1
5
Sumber : Anglemier dan Montgomery (1976) dalam Fennema O.R. (Ed). p.241.

Kasein adalah protein yang mengandung fosfor (fosfo protein) yang dapat diendapkan pada pH 4.6 dan suhu 20 0C.  Sedangkan protein serum susu dapat  dipisahkan menjadi fraksi-fraksinya antara lain b-laktoglobulin, a- laktalbumin, immunoglobulin dan lain-lain. 
Telur (ayam) terdiri dari 11 persen kulit, 31 persen kuning telur dan 58 persen putih telur.  Sebagai bahan pangan yang digunakan adalah kuning dan putih telur.  Protein telur dicirikan oleh nilai biologinya yang tinggi dan dapat dibedakan menjadi protein putih telur dan protein kuning telur (deMan, John M, 1989).  Pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 dapat dilihat komponen protein yang ada dalam putih telur dan kuning telur beserta persentase dan sifat khusus dari setiap komponen.
Tabel 4.9.  Susunan Protein Putih Telur
Kandungan
Jumlah kira-kira (%)
Titik isolistrik kira-kira (pH)
Sifat unik
Ovalbumin

Konalbumin

Ovomukoid
Lisozim

Ovomusin

Flavoprotein-aproprotein
“Proteinase inhibitor”
Avidin

Protein tidak dikenal
Nonprotein
54

13

11
    3.5
   
    1.5
   
    0.8

    0.1

      0.05

8

8
4.6

6.0

4.3
  10.7

?

4.1

5.2

9.2

5.5 , 7.5

8.0 ,  9.0
Mudah terdenaturasi, mempunyai sulfhidril
Mengompleks besi, antimikroba
Menghambat enzim tripsin
Enzim untuk polisakarida, antimikroba
Kental, asam sialat tinggi, bereaksi dengan virus
Mengikat riboflavin

Menghambat enzim (proteinase bakteri)
Mengikat biotin, antimikroba
Terutama globulin

Terutama setengah glukosa dan garam (belum dikarakterisasi lengkap)
Sumber : Feeney dan Hill (1960) cit deMan (1989) terjemahan    Kosasih P (1997)
Tabel 4.10.  Komponen Protein Kuning Telur
Kandungan
Jumlah kira-kira
Sifat khusus
Livetin

Fosvitin
Lipoprotein
(Protein total)
5

7
21
(33)
Mengandung enzim-belum dikarakterisasi lengkap
Mengandung fosfor 10%
Pengemulsi
Sumber : Feeney dan Hill (1960) cit deMan (1989) terjemahan    Kosasih P (1997)

4.10.2.   Protein Ikan
Bagian yang dapat dimakan dari ikan adalah daging yang menutupi badannya.  Ikan terdiri dari 40-60 persen adalah daging yang dapat dimakan dengan kandungan proteinnya sangat bervariasi.  Umumnya protein daging ikan adalah 10 persen untuk makarel dan dapat sampai 21 persen untuk sardin atlantik (Anglemier dan Montgomery, 1976).  Sama halnya dengan protein hewan mamalia, protein ikan juga terdiri dari myofibril, sarcoplasma dan stroma, seperti terlihat pada Tabel 4.6.  Beda dengan protein mamalia, protein ikan mudah rusak/berubah, mengalami denaturasi dan menggumpal bila diproses, myofibril dari protein yang berasal dari hewan berdarah panas lebih stabil dibandingkan dengan myofibril ikan, yang hidup dalam air (air dingin).
Untuk kelompok kerang (shellfish) umumnya mengandung 40-47 persen protein, udang 11 persen dan molusca 30 persen.

4.10.3.   Protein Nabati
Pada awalnya protein dari tanaman (protein nabati) tidak begitu banyak diketahui, tapi pada dekade akhir ini perhatian pada protein nabati makin mendapat perhatian, lebih-lebih pada protein dari biji-bijian dan juga serealea, karena beberapa keunggulannya dalam komposisi asam aminonya dan mempunyai peranan dalam industri terutama pangan.



4.10.3.1.  Protein Sayuran
Sayur segar sebetulnya bukanlah sumber protein.  Berdasarkan berat basah kandungan protein beberapa sayur adalah: wortel dan letus 1 persen, kentang, asparagus dan buncis 2 persen, dan kapri 6.5 persen.  Walaupun total protein kentang rendah, tapi mempunyai mutu yang tinggi karena menganung asam amino lisin dan triptofan pada lapisan kulit luarnya (cortex), begitu juga asam amino esensial lainnya.

4.10.3.2.   Protein Serealea
Umumnya serealea yang telah dikeringkan mengandung 6-20 persen protein.  Biasanya biji-bijian itu diolah melalui penggilingan, dipisahkan antara kulit ari dan endosperm, yaitu bagian yang digunakan sebagai bahan pangan.  Kulit ari berfungsi memperkuat struktur dan melindungi biji, proteinnya sukar untuk dipisahkan dan sukar untuk dicerna.  Karena itu kulit ari digunakan untuk makanan ternak.  Protein yang ada dalam embrio adalah globulin, albumin dan beberapa enzim yang berfungsi sebagai hidrokol dalam membantu penyerapan air selama proses perkecambahan.  Protein yang ada dalam endosperm adalah komponen pembentuk struktur biji dan sebagai makanan cadangan pada awal pertumbuhan.  Proteinnya (pada jagung dan beras) berada diantara sel-sel granula pati, yang dikenal dengan nama protein bodi  (Diekert and Diekert, 1969).
Protein terbanyak yang ditemukan dalam biji jagung dan gandum adalah glutelin (yang larut dalam asam dan basa encer) dan prolamin (protein yang hanya larut dalam alkohol).  Beras mengandung prolamin yang rendah.
a.       Protein gandum
Endosperm gandum adalah merupakan sumber pati.  Setiap granula pati terikat erat oleh protein.  Kulit ari gandum yaitu lapisan aleuronnya mengandung protein lebih banyak dibandingkan dengan endospermnya (KENT.N.L, 1970).  Hampir 80-85 persen dari protein endosperm gandum terdiri dari dua protein yaitu gliadin (sejenis prolamin) dan glutenin (sejenis glutelin) dengan perbandingan 1:1.  Glutenin dan gliadin ini masing-masingnya tersusun dari berbagai jenis molekul yang berbeda-beda. Kedua jenis protein ini disebut juga dengan nama  protein gluten karena mempunyai sifat luar biasa ( istimewa) dan unik dalam membentuk suatu adonan (massa) yang kenyal dan liat (elastis-kohesif), apabila dicampur dengan air.  Protein gluten dicirikan oleh kandungan glutamin dan prolin yang tinggi, masing-masingnya 37 persen dan 14 persen.  Rantai polipeptida dari protein gluten ini tidak berbentuk  konfigurasi helix, karena mengandung prolin yang cukup tinggi, yang menghalangi pembentukan sruktur helix glutenin adalah protein yang mempunyai struktur linear dengan berat molekul 20.000-100.000 dalton.  Keistimewaan dari protein ini ialah setiap sub unit dari rantai peptida melakukan hubungan antar molekul melalui ikatan disulfida, hingga berpolimerisasi membentuk molekul besar.  Memang sifat alami dari komponen glutenin ini adalah untuk memantapkan sifat dan kebutuhan dari suatu adonan yang kenyal dan liat (Anglemier dan Montgomery, 1976).
Protein gliadin adalah protein yang relatif kecil, seragam dengan rantai polipeptida yang melipat oleh ikatan disulfida.  Umumnya berat molekulnya 16.000-50.000 dalton.  Bila dicampur air akan menghasilkan cairan massa kental dan liat, dapat memanjang.  Gliadin juga berperan dalam pembuatan adonan.
Sifat elastis-kohesif dari protein gluten ini sangat ditentukan oleh ikatan disulfida (Wall, J.S, 1971).  Ikatan disulfida dalam gluten gandum berperan penting dalam penghubungan silang rantai polipeptida.  Beberapa ikatan disulfida yang terdapat dalam protein gandum dan jagung dapat dilihat pada   Gambar 4.7


Gambar 4.7.  Ikatan disulfida dalam protein gandum dan jagung (Wall, 1971 cit deMan 1989,  terjemahan Kosasih P,1997).

Bila dilakukan reduksi ikatan disulfida (SS) dengan memakai pereaksi kimia yang mengandung gugus SH, mengakibatkan lipatan rantai peptida terbuka, seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.8.  Perubahan ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat (reologi) adonan (Pomeranz, 1968 cit deMan, 1989).

Gambar 4.8.  Reduksi ikatan disulfida dalam gliadin dan glutenin (Krull dan Wall 1969, cit deMan, terjemahan Kosasih P 1997)  

Protein non gluten (albumin dan globulin) yang jumlahnya 15-20 persen tidaklah merupakan komponen pembentuk adonan.  Tapi mempunyai sifat larut dalam air, dapat mengkoagulasi dan membentuk busa (Meyer, 1960)  sedangkan albumin berperan dalam kwalitas perubahan dari tepung gandum.  Dari aspek gizi, protein gandum tidak mengandung asam amino lisin.
            
b.       Protein jagung
Protein jagung berada diantara butir  granula, tersusun secara matrix.  Umumnya protein jagung terdiri dari 50 persen prolamin (sejenis protein yang banyak ditemukan dalam biji-bijian) dan tidak mengandung asam amino esensial lisin dan triptofan.  Karena itu protein jagung tidak dimasukkan kedalam protein bermutu tinggi dan disebut “protein zein”.  Tapi glutelin jagung tersusun dari campuran protein yang berbeda ukurannya.  Setiap unit dari campuran itu mengadakan ikatan silang melalui ikatan disulfida, hingga membentuk protein yang komplek, hingga menyebabkan masalah dalam penggilingan jagung secara basah(Wall, J.S, 1971).  Opaque-2 adalah sebuah strain jagung yang mempunyai kandungan lisin yang tinggi yang merupakan hasil penelitian dari Mertz et al Walf, W.J, (1970) melalui basis genetika.
Pada endosperm jagung ada 40-50 persen protein zein dan 20-30 persen glutelin, sedangkan jenis opaque-2, zein hanya 20 persen dan glutelin 40 persen.  Jagung opaque-2 mengandung 70 persen lisin dan 20 persen triptopan lebih banyak dari jagung biasa.
c.        Protein beras
Protein beras juga berada dalam endosperm, yang disebut sebagai “protein bodi”.  Delapan puluh persen dari protein beras giling adalah protein yang larut dalam larutan basa atau protein glutelin.  Berbeda dengan gandum dan jagung, beras mengandung glutelin yang tinggi dan prolamin sangat rendah yaitu 5 persen, tapi kandungan lisin cukup tinggi yaitu      3.5-4 persen.  Lisin dalam beras merupakan asam amino pembatas pertama.  Secara umum protein dari serealea adalah miskin dari segi gizi atau punya mutu rendah, karena itu perlu sekali penambahan protein dari sumber lain terutama dari protein hewani.  Pada pengolahan gabah menjadi beras, sering bagian embrio (germ) menjadi limbah.  Sedangkan embrio mengandung protein yang cukup tinggi yaitu untuk gandum 26 persen dan jagung 18 persen dari total protein.
d.       Protein biji-bijian
Yang masuk dalam kelompok tanaman biji-bijian ini antara lain adalah dari leguminosa atau kacang-kacangan seperti kedele, kcang tanah, kapri dan lain-lain, juga termasuk biji bunga matahari, biji kapas dan wijen.
Umumnya potein dari biji-bijian ini terpusat di dalam “protein bodi” lapisan aleuron (kulit ari) yang merupakan lapisan luar (subsellular) dari granula kotiledon.  Umumnya protein biji-bijian adalah globulin yang larut dalam air atau dalam larutan garam encer pada pH dibawah atau diatas titik isolistrik, umumnya antara pH 4 dan 5.
d.1.  Protein Kedele
Protein kedele terdiri dari campuran protein dengan berat molekul 8.000-600.000 dalton, yang merupakan protein larut dalam air.  Protein yang terekstraki dengan air dapat terpisahkan menjadi empat fraksi oleh ultra sentrifugasi yaitu 2.7, 11 dan 15 S berdasarkan laju sedimentasi.  Persentasi keempat fraksi dan komponen yang ada pada setiap fraksi dapat dilihat dalam Tabel 4.11.
Dari Tabel 4.10 dapat dilihat komponen yang ada pada setiap fraksi.  Globulin 7S dan 11S merupakan fraksi protein kedele yang terpenting (Wolf, 1972). Globulin 11S mempunyai struktur kuarterner yang terdiri dari 12 sub unit protein. Globulin 11S ini  mempunyai residu  amino ujung berikut : 8 glisin, 2 fenil alanin, dan 2 leusin atau 2 isoleusin. Protein 11S merupakan struktur primer yang terdiri atas dua monomer yang sama, masing-masing terdiri atas 6 sub unit, tiga bersifat asam dan tiga lagi bersifat basa.  Interaksi antara sub unit ini, mungkin merupakan faktor dalam  yang menstabilkan   molekul.
Tabel 4.11.  Fraksi Ultra Sentrifugasi dari Protein Kedele
Fraksi
Persentase dari keseluruhan
Komponen
Berat molekul
2S





7S



11S
15S
22





37



31
11
Antitripsin

Stokrom C
Globulin 2,3 S
Globulin 2,85
Olantoinase
b-amilase
Hemoglutinin
Lipooksigenase
Globulin 7 S
Globlin 11 S
  8.000
21.500
12.000
18.200
32.000
50.000
61.700
110.000
108.000
186.000-210.000
350.000
600.000
Sumber : Wolf (1972. B) cit de Man,John (1989)
Globulin 7S terdiri atas 9 sub unit rantai polipeptida tunggal. Proteinnya berupa glikoprotein, dan bagian polisakaridanya terikat kesalah satu dari rantai polipeptida. Karbohidratnya terdiri dari 38 residu monosa dan 12 residu glukosamina (deMan, John M, 1989 Terjemahan Kosasih P, 1997). Bila kedele atau tepung kedele yang telah dibebaskan dari lemaknya dipanaskan, maka protein kedele makin tidak larut.
Struktur kuarterner dari globulin 7S dan 11S dapat dipecah/diganggu oleh larutan basa, asam atau panas. Pada kondisi ini protein akan berubah bentuk menjadi bentuk serabut (fiber).  Keadaan ini penting sekali dalam penciptaan tekstur dari produk suatu pangan yang disebabkan terjadinya susunan baru dari sub unit yang telah mengalami perubahan struktur.

d.2 Protein Kacang Tanah
Lebih kurang 75 persen dari protein kacang tanah berada dalam protein bodi. Dua pertiga dari protein tersebut adalah arachin, yaitu globulin dari kacang, sedangkan jenis globulin   lainnya yaitu conarachin, yang terdispersi didalam sitoplasma.  Arachin adalah protein dengan berat molekul 330.000 dalton dan memiliki kesanggupan untuk berdissosiasi secara seimbang membentuk monomer (berat molekul 180.000), apabila  terjadi perubahan pH, dan keberadaan ion dari garam tertentu. Arachin tersusun dari empat komponen, fraksi yang terbesar adalah a-arachin. Sedangkan conarachin hanya terdiri dari dua fraksi yaitu
a1 dan a2-conarachin, yang terbesar adalah a1-conarachin.

4.10.4.  Protein Ganggang (algae)
Ganggang dikenal sebagai sumber protein (zat makanan) setelah dua dekade terakhir ini.  Diantaranya adalah ganggang hijau (chlorella) dan ganggang biru-hujau (spirulina).  Dengan memelihara kondisi pertumbuhannya jenis ganggang hijau atau chlorella pyrimoidosa dan spirulina maxima, masing-masing mengandung 50 persen (bk) dan 60 persen (bk) protein.
Keistimewaan dari protein ganggang adalah mengandung semua asam amino esensial dan kaya sekali dengan tirosin dan serin, tapi mengandung metionin yang sangat rendah.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ganggang mengandung asam amino esensial yang lebih tinggi dari ganggang hijau.
Ada beberapa masalah, bila seseorang mengkonsumsi protein ganggang  100 gr/hari akan menyebabkan penyakit “nousea”, muntah-muntah dan sakit perut.  Protein ganggang hijau dapat menurunkan daya cerna sebesar 60-70 persen. Tapi masalah  ini dapat diatasi bila pigmennya dapat dikeluarkan dengan reaksi enzimatis.

4.11.  DAFTAR PERTANYAAN

1.        Apa yang dimaksud dengan protein secara kimia.
2.        Jelaskan dengan baik defenisi, fungsi building block dari protein.
3.        Gambarkanlah sketsa dari bentuk asam amino.
4.        Derajat ionisasi dari asam amino ditentukan oleh pH. Jelaskan makna dari pernyataan ini.
5.        Pada kondisi bagaimana terjadinya ion Zwitter, jelaskan.
6.        Prolin merupakan satu-satunya asam amino yang agak berbeda dengan asam-asam amino yang lain. Jelaskan perbedaan tersebut.
7.        Sebuah asam amino mempunyai gugus yang disebut rantai cabang/samping, dengan simbol R. Berdasarkan muatan dari relatifitasnya rantai cabang ini dibedakan atas 4 kelompok. Jelaskanlah ke-4 kelompok R tersebut dengan mencantumkan asam aminonya.
8.        Rantai cabang R dapat juga berupa gugus kimia tertentu seperti atom H saja, metil, gugus alifatil, hidrobal dan aromatik. Sebutkanlah asam-asam amino mana saja yang mempunyai rantai cabang R seperti gugus yang disebutkan diatas.
9.        pH sangat berperan dalam mengatur tingkat kelarutan dari protein. Jelaskanlah pengertian pernyataan ini!. Pada pH berapa tingkat kelarutan maksimal dari suatu protein? Apa nama pH tersebut?.
10.    Lebih kurang ada 21 buah asam amino di alam yang terbagi atas asam amino esensial dan nonesensial.  Apa maksud kedua istilah diatas? Sebutkanlah asam-asam amino yang termasuk kedalam kedua kelompok tersebut masing-masingnya.
11.    Dalam pembentukan suatu protein, asam amino dihubungkan oleh suatu ikatan. Apa nama ikatan itu, tulislah proses terjadinya ikatan tersebut secara reaksi kimiawi dengan lengkap.
12.    Sebuah molekul protein tersusun dari beratus-ratus molekul asam amino, membentuk rantai polipeptida. Apa nama titik pangkal dan titik akhir dari rantai polipeptida itu? Lukiskanlah secara skematis rantai polipeptida tersebut dengan titik pangkal dan akhirnya.
13.    Dikenal ada empat macam struktur dari protein. Sebutkan  keempat macam struktur tersebut dengan penyelesaiannya.
14.    Dalam memantapkan struktur dari molekul protein ada empat ikatan yang terdapat dalam rantai polipeptida atau protein. Sebutkan nama dan buat gambar keempat ikatan tersebut secara kimiawi.
15.    Sebutkan salah satu dari ikatan pada soal No. 14 yang sering melakukan ikatan silang (cross link).
16.    Jelaskan batasan dari denaturasi protein.
17.    Sebut dan terangkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya denatursi.
18.    Klasifikasi protein dapat dilakukan pendekatan dari beberapa aspek, sebutkanlah klasifikasi protein
19.    Ada dua macam denaturasi dari protein. Sebutkan dan jelaskan masing-masing denaturasi tersebut.
20.    Sebutkan dan terangkan ciri-ciri struktur protein telah mengalami denaturasi. tersebut, berdasarkan setiap  pendekatan dengan jelas.
21.    Jelaskan pula beberapa fungsi protein pada tubuh manusia.
22.    Protein hewani mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan protein nabati. Berikanlah pendapat saudara tentang pendapat ini dengan alasan yang tepat.
23.    Sifat fungsional dari protein dapat didefenisikan sebagai sifat fisika kimia yang mempengaruhi perilaku protein dalam suatu sistem bahan/pangan selama dalam proses pengolahan, penyimpanan dan pengkonsumsian. Sebutkan dan jelaskan beberapa sifat fungsional dari protein yang penting yang saudara ketahui yang berperan dalam teknologi pengolahan.
24.    Setiap bahan hasil pertanian mengandung total protein dan jenis protein yang berbeda-beda.
Pertanyaan :
a.   Jelaskan jenis dan sifat protein yang ada dalam biji gandum
b.   Jelaskan jenis dan sifat protein yang ada dalam biji kacang tanah
c.            Jelaskan jenis dan sifat protein yang ada dalam telur
25.    Ada dua metoda dalam penetapan jumlah protein dalam suatu hasil pertanian. Sebutkan dan jelaskan cara kerja kedua metoda tersebut.
26.    Apa yang dimaksud dengan :
a.   Protein Zein
b.  Angka konversi
27.    Kapan terjadi pengendapan pada protein dan kapan pula membentuk jel. Jelaskan pendapat saudara.
28.    Gambarkanlah struktur primer dari protein yang tersusun sbb: ala-asp-gli-lis-ser-glu-val-arg-his-gli





DAFTAR PUSTAKA

Anglemier, A.F and M.W.  Montgomery.  1976.  Amino Acid, Peptide and Protein in Food Chemistry Edt. By O.R.  Fennema,  Marcel Dekker, Inc.  New York.  P.206-278.
Bender, A.E.  1972.  J.  Food Technology. 7.  p. 239.
Connell, J.J.  1970.  In Protein as Human Food.  Ed by R.A Lawrie AVI Publ.  Westport conn. P.200.
deMan, John M. 1989.  Principle of Food Chemistry.  Terjemahan kosasih, P.  Kimia Makanan, 1997.  Penerbit ITB, p.105-153.
Diekert, J.W and M.C. Diekert, 1972.  Seed Protein in Symposium of Seed Protein Edt. By.  G.E Inglett AVI Publishing Westport. Com. P.52.
KENT, N.L. 1970.  Protein as Human Food in Symposium of Seed Protein Edt. By.  G.E. Inglett AVI publishing.  Westport. Com. P.280.
Meyer, L.H. 1960.  Food  Chemistry. Reinhold Publishing Corporation, p.115-147.
Rolfe, E. 1970.  In Protein as Human Food. Edt. By R.A.  Lawrie AVI Publishing.  Westport Com. p.107-328.
Snyder, H.E.  1970.  Adv. Food Res. 18 p.85.
Wall, J.S, 1971.  J. Agriculture Food Chemistry. 19. p.619.
Winarno, F.G.  1984.  Kimia Pangan dan Gizi.  PT. Gramedia, Jakarta. P.51-80.
Wolf, W.J.  1970.  J.  Agriculture Food Chemistry. 18.p.969.