Entri Populer

Sabtu, 19 Februari 2011

TEKNOLOGI BARU PENYAMAKAN KULIT RAMAH LH':GKUNGAN: PENY AMAKAN KOMBINASI MENGGUNAKAN PENYAMAK NABATl, NAFTOL DAN OKSAZOLIDIN NEW ENVIRONMENTALLY BENIGN LEATHER TECHNOLOGY: COMBINATION TANNING USING VEGETABLE TANNIN, NAPHTHOL AND OXAZOLIDINE Ono Suparno l,\ Anthony D, Covington1, dan Christine S, Evans}

'Oepartemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institu! Pertanian Bogor -Bogor
lApplied Collagen Research Group, The llniversity of Northampton, Boughton Green Road, Northampton, NN2 7At, UK
JFungal Biotechnology Research Group, School of Biosciences, The llniversity of Westminster.
115 New Cavendish Street, London, WIW 6l1\V, llK
ABSTRACT
Leather tanning is a process of converting of skin or hide protein into leather with adequate strength properties, resistance to various biological and physical agents, and capable ofbeing used for a wide range of purposes. Leather tanning reactions between collagen-vegetable tannin-oxazolidine and collagendihydroxynaphthalenes (DHNs)-oxazolidine have been investigated using hide powder and sheepskin pickled pelt. This investigation showed that some DHNs have a tanning effect on collagen The measurement of combined and cross-linked vegetable tannin and DHNs on collagen showed that 20-50% vegetable tannin, 1,6and 2,6-DHNs were fixed through covalent bonding. Shrinkage temperature of the leather changed little after the non combined vegetable tannin and DHNs had been removed from the leather, indicating that the high stability ofthe combination tanned leather comes from the covalent bonding formed between vegetable tannage or DHNs and collagen through oxazolidine. Covalently bound tannin on collagen was more stable and could not be extracted by lyotropic agents.
Keywords: tanl1ing, leather, hydrothermal stability, vegetable tannage, dihydroxynaphthalenes, oxazolidine.
PENDAHULUAN
Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kellnaan, Penyamakan biasanya dilakukan dengan garal11 basa krom trivalen. Reaksi garam-garam krom dengan grup karboksilat dari protein kulit (kolagen) menjadikan kulit tersebut memiliki stabilitas hidrotermal tinggi, yaitu memiliki suhu pengerutan (T,) lebih tinggi daripada 100nC, dan tahan terhadap serangan mikroorganisme. Setelah penyamakan krom, kulit hewan disebut wet blue atau blue crust (Heidemann, 1993 dan Covington, 1997). Penyamakan merupakan tahap paling penting dalam produksi kulit samak. Selama penyamakan, kolagen akan memfiksasi bahan penyamak pada situs-situs reaktifnya (Heidemann, 1993 dan Bossche et aI., 1997).
Dewasa ini, sebagian besar kulit samak dunia disamak dengan krom(lll) sulfat, yang merupakan konsekuensi dari kemudahan proses, keluasan kegunaan produk, dan sangat memuaskannya karakteristik kulit samak yang dihasilkan. Namun demikian, penyamakan mineral tersebut juga berkontribusi terhadap masalah pencemaran lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang. Dengan demikian, diperlukan proses penyamakan non mineral yang ramah Iingkungan dalam pembuatan kulit samak.
Penyamak nabati (condensed vegetable tannages) seperti mimosa, quebracho, dan gambier merupakan bahan penyamak non mineral yang dihasilkan dari sumberdaya alam terbarukan dan bersifat ramah lingkungan. Mimosa dihasilkan dari kayu dan kulit kayu Acacia mearn~ii dan A. mangillm; quebracho dari kayu Schinopsis lorentzii dan.), balal1:;ae; dan gambier dari daun dan ranting pohon Ullwria gambier.
Selain penyamak nabati terse but, pada penelitian ini dilakukan juga kajian mengenai pel liang penggunaan dihidroksinaftalena sebagai bahan penyamak klilit hewan, Dihidroksinaftalena adalah senyawa aromatik, yang memiliki potensi untuk mengalami ikatan hidrogen dan kovalen dengan kolagen, sehingga senyawa tersebut akan menghasilkan efek penyamakan. Hal tersebut telah ditunjukkan bahwa interaksi antara beberapa dihidroksinaftalena dan kolagen dapat meningkatkan stabilitas hidrotermal kolagen (Supamo et al., 2005), waJaupun peningkatan tersebut tidak cukup untuk menghasilkan kulit samak yang baik, sehingga perlu dilakukan penyamakan kembali (retanning) atau penyamakan kombinasi (combination tanning). Studi mekanisme penyamakan kombinasi dilaporkan oleh Covington dan Shi, 1998; Covington dan Song, 2003; Suparno, 2005; dan Supamo et at., 2005,
Oksazolidin memiliki reaktivitas tinggi dan kemampuan penyamakan yang baik. Oksazolidin akan bereaksi dengan grup-grup amino kolagen untuk membentuk cross-link, sehingga dapat meningkatkan suhu pengerutan kulit (Dasgupta, 1977; Gill, 1985; Gunasekaran dan Balasubramanian, 1988). Kulit samak oksazolidin memiliki suhu pengerutan yang mirip dengan kuJit yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar